Profesi mengemis bagi sebagian orang lebih diminati daripada
profesi-profesi lainnya, karena cukup hanya dengan mengulurkan tangan
kepada anggota masyarakat, dia bisa mendapatkan sejumlah uang yang cukup
banyak tanpa harus bersusah payah.
Masyarakat pada umumnya memandang bahwa pengemis itu identik dengan
orang yang berpenampilan tidak rapih, rambutnya tidak terawat, wajahnya
kusam, pakaiannya serba kumal atau robek-robek, yang dengannya dapat
dijadikan sarana untuk mengungkapkan kemelaratannya, serta dapat menarik
rasa belas kasihan masyarakat kepada dirinya.
Akan tetapi akhir-akhir ini, sebagian pengemis tidak lagi
berpenampilan seperti yang telah kami sebutkan di atas. Justru ada
diantara mereka yang berpakaian rapi, memakai jas berdasi dan sepatu,
bahkan kendaraannya pun lumayan bagus. Ada yang menjalankannya sendirian
dan ada pula yang berupa team pencari dana. Yang lebih mengherankan
lagi sebagian orang bersemangat mencari sumbangan atau bantuan dana demi
memperkaya diri dan keluarganya dengan cara membuat proposal-proposal
untuk kegiatan tertentu yang memang ada faktanya ataupun tidak ada, akan
tetapi setelah memperoleh dana, mereka tidak menyalurkan sebagaimana
mestinya, tetapi justru digunakan untuk kepentingannya sendiri.
1. PENGERTIAN MENGEMIS (MEMINTA-MINTA)
Mengemis atau meminta-minta dalam bahasa Arab disebut dengan “tasawwul ”. Di dalam Al- Mu’jam Al-Wasith disebutkan: “Tasawwala (bentuk fi’il madhy dari tasawwul) artinya meminta-minta atau meminta pemberian.” [1]
Sebagian ulama mendefinisikan tasawwul (mengemis) dengan upaya meminta harta orang lain bukan untuk kemaslahatan agama melainkan untuk kepentingan pribadi.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Perkataan
Al-Bukhari (Bab Menjaga Diri dari Meminta-minta) maksudnya adalah
meminta-minta sesuatu selain untuk kemaslahatan agama.” [2]
Jadi, berdasarkan definisi di atas kita bisa mengambil pelajaran bahwa batasan tasawwul
atau “mengemis” adalah meminta untuk kepentingan diri sendiri
bukan untuk kemaslahatan agama atau kepentingan kaum muslimin.
Setelah kita mengetahui hakikat mengemis dan meminta-minta sumbangan
dengan berbagai macam cara dan modusnya, maka bagaimanakah hukum Islam
berkenaan dengan hal tersebut?
2. HUKUM MENGEMIS DAN MEMINTA SUMBANGAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Meminta-minta sumbangan atau mengemis pada dasarnya tidak
disyari’atkan dalam agama Islam. Bahkan jika melakukannya dengan cara
menipu atau berdusta kepada orang atau lembaga tertentu yang dimintai
sumbangan dengan menampakkan dirinya seakan-akan dia adalah orang yang
sedang kesulitan ekonomi, atau sangat membutuhkan biaya pendidikan anak
sekolah, atau perawatan dan pengobatan keluarganya yang sakit, atau
untuk membiayai kegiatan tertentu, maka hukumnya haram dan termasuk dosa
besar.
Di antara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan haramnya mengemis dan
meminta-minta sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah
sebagimana berikut:
- Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia
akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging
pun di wajahnya.” [3]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk
memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah sedang meminta
bara api. Maka hendaknya dia mempersedikit ataukah memperbanyak.” [4]
- Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ
“Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api.” [5]
Demikianlah beberapa dalil dari hadits-hadits Nabi yang mengharamkan
mengemis atau meminta-minta sumbangan untuk kepentinagn pribadi atau
keluarga.
3. KAPANKAH DIBOLEHKAN MEMINTA-MINTA SUMBANGAN DAN MENGEMIS?
Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa di sana terdapat beberapa
keadaan yang membolehkan seseorang untuk mengemis atau meminta-minta
sumbangan. Di antara keadaan-keadaan tersebut ialah sebagaimana berikut:
- Ketika seseorang menanggung beban diyat (denda) atau pelunasan hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti.
- Ketika seseorang ditimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup.
- Ketika seseorang tertimpa kefakiran yang sangat sehingga disaksikan oleh 3 orang berakal cerdas dari kaumnya bahwa dia tertimpa kefakiran, maka halal baginya meminta-minta sampai dia mendapatkan penegak bagi kehidupannya.
Dalam tiga keadaan ini seseorang diperbolehkan untuk meminta-minta
sumbangan atau mengemis. Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan dari
Sahabat Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا قَبِيْصَةُ، إِنَّ الْـمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ
إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ : رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ
الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ، وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ
جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى
يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ-
وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُوْمَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي
الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ : لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ ، فَحَلَّتْ
لَهُ الْـمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْش ٍ، –أَوْ قَالَ : سِدَادً مِنْ عَيْشٍ- فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْـمَسْأَلَةِ يَا قَبِيْصَةُ ، سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا.
“Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal,
kecuali bagi salah satu dari tiga orang: Seseorang yang menanggung beban
(hutang orang lain, diyat/denda), ia boleh meminta-minta sampai ia
melunasinya, kemudian berhenti. Dan seseorang yang ditimpa musibah yang
menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan
sandaran hidup. Dan seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga
ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah
ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan
sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai
Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang
haram”. [6]
Ketika seseorang meminta sumbangan untuk kepentingan kaum muslimin,
bukan kepentingan pribadinya sendiri. Maka ini juga termasuk tasawwul (mengemis dan meminta-minta sumbangan) yang diperbolehkan dalam Islam meskipun dia orang kaya.
Di antara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan bahwa meminta sumbangan
untuk kepentingan agama dan kemaslahatan kaum muslimin itu
diperbolehkan adalah pesan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada para pemimpin perang ketika sebelum berangkat, yaitu sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam:
فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ الْجِزْيَةَ فَإِنْ
هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا
فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ
“Jika mereka (orang-orang kafir yang diperangi, pent) tidak
mau masuk Islam maka mintalah Al-Jizyah dari mereka! Jika mereka
memberikannya maka terimalah dan tahanlah dari (memerangi, pen) mereka!
Jika mereka tidak mau menyerahkan Al-Jizyah maka mintalah
pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka!”. [7]
Maka dari hadits di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa meminta Al-Jizyah dari orang-orang kafir tidak termasuk tasawwul (mengemis atau meminta-minta yang dilarang) karena Al-Jizyah bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kaum muslimin.
Termasuk dalam pengertian meminta bantuan untuk kepentingan
kaum muslimin adalah hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam juga pernah meminta bantuan seorang tukang kayu untuk membuatkan beliau mimbar. Sahl bin Sa’d As-Sa’idi Radhiyallaahu ‘anhu berkata:
بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِلَى
امْرَأَةٍ أَنْ مُرِى غُلاَمَكِ النَّجَّارَ يَعْمَلْ لِى أَعْوَادًا
أَجْلِسُ عَلَيْهِنَّ
“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus kepada seorang wanita: “Perintahkan anakmu yang tukang kayu itu untuk membuatkan untukku sebuah mimbar sehingga aku bisa duduk di atasnya!”. [8]
Al-Imam Al-Bukhari Rahimahullah berkata: “Bab:Meminta bantuan kepada tukang kayu dan ahli pertukangan lainnya untuk membuat kayu-kayu mimbar dan masjid”. [9]
Al-Imam Ibnu Baththal Rahimahullah berkata: “Di dalam
hadits ini terdapat pelajaran tentang bolehnya meminta bantuan
kepada ahli pertukangan dan ahli kekayaan untuk segala hal yang
manfaatnya meliputi kaum muslimin. Dan orang-orang yang bersegera
melakukannya adalah disyukuri usahanya”. [10]
Sehingga dengan demikian, kita boleh mengatakan: “Bantulah aku
membangun masjid ini atau madrasah ini dan sebagainya!” atau meminta
sumbangan kepada kaum muslimin yang mampu untuk membangun masjid,
madrasah dan sebagainya.
Komite Tetap untuk Urusan Fatwa dan Riset Ilmiyyah Saudi Arabia pernah ditanya:
Tanya : “Bolehkah meminta bantuan dari seorang muslim untuk membangun masjid atau madrasah, apa dalilnya?”
Jawab : “ Perkara tersebut diperbolehkan, karena
termasuk dalam tolong -menolong di atas kebaikan dan taqwa. Allah
Subhaanahu wa ta’ala berfirman:“ Dan tolong-menolonglah kalian dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran ” (QS. Al-Maidah: 2)
Wabillahit taufiq wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alihi washahbihi wasallam.
Al-Lajnah Ad- Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’:
Abdul Aziz bin Baaz (ketua), Abdur Razzaq Afifi (wk ketua), Abdullah
Ghudayyan (anggota) Abdullah Qu’ud (anggota). (Fatawa Al-Lajnah
Ad-Daimah Al- Majmu’atul Ula nomor: 6192 (6/242)).
4. BEKERJA KERAS ADALAH SOLUSI DARI MENGEMIS ATAU MEMINTA-MINTA
Islam menganjurkan kita semua agar berusaha mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarga kita. Di dalam Al-Quran
Al-Karim Allah berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاَةُ فَانْتَشِرُوا فِى الأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
“Apabila telah sholat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah karunia Allah”. (QS. al-Jum’ah: 10).
Bekerja mencari nafkah bukan hanya pekerjaan masyarakat awam, akan tetapi para Nabi juga bekerja. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
« مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلاَّ رَعَى
الْغَنَمَ » . فَقَالَ أَصْحَابُهُ وَأَنْتَ فَقَالَ « نَعَمْ كُنْتُ
أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لأَهْلِ مَكَّةَ »
“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan dia menggembala kambing”, lalu ada sahabat bertanya, “Apakah engkau juga ?”, beliau menjawab, “Iya, saya menggembala kambing dengan mendapatkan upah beberapa qiroth milik ahli Makkah”. [11]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
كَانَ زَكَرِيَّاءُ نَجَّارًا
Nabi Zakariya adalah tukang kayu.” [12]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:
وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Nabi Dawud tidak makan melainkan dari hasil kerjanya sendiri.” [13]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:
لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا ، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ
“Sungguh salah seorang di antara kamu mencari kayu bakar diikat,
lalu diangkat di atas punggungnya lalu dijual, itu lebih baik daripada
orang yang meminta-minta kepada orang lain, diberi atau ditolak”.[14]
Orang yang mau bekerja, berarti dia menghormati dirinya dan agamanya.
Jika mendapatkan rezeki melebihi kebutuhkannya, maka dia mampu
mengeluarkan zakat, menunaikan haji dan membantu orang lain.
5. BAGAIMANA SIKAP KITA TERHADAP PENGEMIS?
Meskipun hukum mengemis pada dasarnya dilarang dalam Islam, akan
tetapi kita juga tidak boleh menyamaratakan semua pengemis atau
peminta-minta. Kita tidak boleh menuduh mereka macam-macam, karena hal
itu termasuk buruk sangka tanpa alasan. Seharusnya kita bersyukur kepada
Allah yang telah menjaga kita dari meminta-minta. Allah berfirman:
وَأَمَّا السَّائِلَ فَلا تَنْهَرْ
“Artinya: Dan terhadap orang yang meminta-minta makan janganlah kamu menghardiknya”. (QS.Ad-Dhuha: 10).
Ayat ini umum bagi semua peminta-minta (pengemis dan yang semisal), kecuali jika kita mengetahui bahwa dia adalah orang jahat.
Adapun tentang hadits yang Artinya: Setiap peminta-minta punya hak ( untuk diberi ) walaupun ia datang dengan mengendarai kuda,” adalah hadits dhaif (lemah) sebagaimana dinyatakan Syaikh Al-Albani. [15]
Demikian pembahasan tentang hukum mengemis dan meminta sumbangan
dalam pandangan Islam yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat bagi
kita semua.
Kita memohon kepada Allah Ta’ala agar menjadikan kita semua sebagai hamba-Nya yang bersyukur dan qana’ah
atas segala nikmatnya, merasa cukup dengan apa yang ada, serta menahan
diri dari minta-minta. Sesungguhnya Allah Maha Dermawan lagi Maha Mulia.
(Sumber: Majalah As-Sunnah, Edisi bulan April 2012)
[1] ) Lihat Al-Mu’jamul Wasith I/465.
[2] ) Lihat Fathul Bari III/336.
[3] ) Shohih. HR. Bukhari no. 1474, dan Muslim no. 1040.
[4] ) Shohih. HR. Muslim II/720 no.1041, Ibnu Majah I/589 no. 1838, dan Ahmad II/231 no.7163.
[5] ) HR. Ahmad IV/165 no.17543, Ibnu Khuzaimah IV/100 no.2446, dan Ath-Thabrani IV/15 no.3506.
[6] ) Shohîh. HR Muslim II/722 no.1044), Abu Dâwud I/515 no.1640, Ahmad III/477 no.15957, V/60 no.20620, dan an-Nasâ`i V/89 no.2580.
[7] ) Shohih. HR. Muslim III/1356 no.1731, Abu Dawud II/43 no.2612, Ahmad V/358 no.23080.
[8] ) Shohih. HR. Al-Bukhari: 429, An-Nasa’i 731 dan Ahmad 21801.
[9] ) Shohih Al-Bukhari I/172.
[10] ) Lihat Syarh Ibnu Baththal lil Bukhari II/100.
[11] ) Shohih. HR. Bukhari II/789, dari Abu Hurairah t.
[12] ) Shohih. HR. Muslim IV/1847 no.2379.
[13] ) Shohih. HR. Bukhari II/13074.
[14] ) Shohih. HR. Bukhari II/730 no.1968, dan An-Nasa’i V/93 no.2584.
0 komentar:
Posting Komentar