Home » , , , » Perbedaan Gaya Hidup Pemimpin di Zaman Rasulullah SAW dan Pemimpin di Zaman Sekarang

Perbedaan Gaya Hidup Pemimpin di Zaman Rasulullah SAW dan Pemimpin di Zaman Sekarang

Pakaian Rasulullah SAW yang sangat sederhana, beginilah pakaian seseorang makhluk yang paling mulia

Gaya hidup sederhana adalah ciri penampilan Rasulullah SAW, seorang yang bukan hanya nabi, tetapi beliau juga seorang pemimpin tertinggi dalam negara Madinah.

Kalau mau diukur-ukur, sebenanya Rasulullah SAW bukan termasuk orang miskin dan tidak punya, sebaliknya beliau seharusnya termasuk jajaran orang paling kaya di Madinah. Sebab menurut sebuah analisa, beliau punya hak 20% dari setiap harta rampasan perang yang didapat. Sebagaimana ayat tentang khumus berikut ini:

Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Anfal: 41)

Seperlima atau 20% itu sangat banyak, apalagi diambil dari harta rampasan perang atas penaklukan. Tentunya nilainya sangat besar dan halal, karena memang telah ditetapkan langsung oleh Allah SWT.

Logikanya, kalau seandainya Rasulullah SAW mau tampil keren, baju mahal, rumah mentereng, isterinya yang banyak itu semua dipakaikan gelang emas sebesar pelek becak, bisa-bisa saja dan sah-sah saja. Wong duitnya duit dia sendiri, halal pula. Urusan orang lain pada hidup miskin, kan perlu proses.

Tapi tidak…

Beliau tidak pernah tampil keren dengan baju yang mahal. Beliau justru merasa lebih nyaman untuk tampil seadanya. Toh, tampil sederhana dan seadanya, tidak akan membuat orang menghina dan atau merendahkannya. Dan musuh-musuh beliau tidak pernah menyerang beliau dari sisi kemiskinan dan kesederhanaan. Pembangkangan kaumnya bukan karena beliau miskin dan tampil sederhana.

Sudah bukan hal yang aneh kalau beliau pernah kelaparan berbulan-bulan, sampai harus mengganjal perutnya dengan batu. Coba pikirkan, seumur-umur kita jadi rakyat miskin di Indonesia, rasanya kalau sampai harus mengganjal perut dengan batu karena lapar, rasanya kok belum pernah kan ya?

Tapi itulah Muhammad SAW, seorang kepala negara yang di tangannya ada kekuasaan tertinggi di seluruh jazirah Arabia. Tapi dapurnya pernah tidak mengepulkan asap selama tiga bulan.

Lalu ke mana hartanya yang seabrek-abrek itu, kenapa tidak dibuat untuk mensejahterakan dapurnya? Jawabnya bahwa harta itu meski menjadi haknya, tapi tidak pernah sampai ke rumahnya. Semua kembali diserahkan kepada fakir miskin. Dan isteri-isteri beliau ridha akan hal itu.

Jadi cerita nabi kelaparan cari makan ke sana kemari, sudah menjadi pemandangan sehari-hari semasa hidupnya. Bayangkan, pernah beliau pagi-pagi ke rumah Aisyah kelaparan minta makan. Namun sama dengan suaminya, Aisyah pun tidak punya makanan.

Aneh juga ya, masak seorang kepala negara dengan wilayah yang membentang begitu luas dan kekayaan yang tak terhingga, sampai bisa kelaparan di pagi hari. Minta makan kepada isterinya, ternyata juga tidak punya makanan. Akhirnya beliau SAW pun berpuasa. Subhanallah.

Gaya hidup sederhana ini, karena dilakukan langsung oleh seorang kepala negara, pastinya akan menurun kepada para pejabat di bawahnya.

Sebut saja khalifah Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu. Beliau adalah penakluk tiga imperium besar dunia: Romawi, Persia dan Mesir. Logika sederhana, wajar dong sebagai kepala negara yang menguasai wilayah yang sedemikian luas, setidaknya punya baju lebih dari satu.

Tapi hampir tidak masuk di logika kita hari ini. Seorang Umar bisa-bisanya punya pakaian hanya satu potong saja, itu pun lengkap dengan asesoris 40 tambalannya.

Lengkap sudah keagungan agama Islam, bukan hanya teori saja, tetapi memang langsung dipraktekkan oleh para pemimpinnya. Meski kemegahan dunia dan kekayaan ada di tangan, tapi sama sekali tidak dicintainya. Mereka lebih suka tampil sederhana, bahkan terlalu sederhana.

Seorang utusan dari negeri Romawi ketika menemukan sang Khalifah tertidur di bawah pohon tanpa pengawal, sontak menyebutkan ungkapan jujur dan tercatat dengan tinta emas sejarah, “Anda telah berbuat adil, maka anda hidup dengan aman, dan anda bisa tidur nyenyak.”

Kalau yang hidup sederhana itu Abu Hurairah yang memang ahli suffah, mungkin kita masih bisa berpikir wajar. Tapi kalau seorang pemimpin level tertinggi, bisa sampai hidup sesederhana ini, maka kita pun harus berpikir ulang, kenapa mereka melakukan itu? Apakah Islam mengharamkan pejabat hidup dengan hasil keringat mereka? Apakah Islam mengharamkan kita menikmati kekayaan yang halal?

Jawabnya sederhana. Menikmati kekayaan hasil keringat sendiri memang halal dan sah. Namun ketika seorang diberi amanah untuk mengurus umat, meski memang ada jatah gaji baginya, namun nampaknya para pendahulu kita sejak awal sudah menjauhi fitnah bagi dirinya.

Ternyata hidup enak dengan berbagai fasilitas yang sah dari negara itu tidak banyak bermanfaat, bahkan fitnah dengan mudah masuk. Bukankah Utsman bin Al-Affan itu sudah kaya jauh sebelum beliau menjadi khalifah? Bukankah beliau menikmati kekayaan miliknya yang sudah dimilikinya jauh sebelum beliau mendapatkan jabatan? Bukankah memang beliau sudah kaya jauh sebelum dilahirkan orangtuanya?

Tetapi kita tahu dalam sejarah, ada begitu banyak tuduhan dan fitnah keji yang dilontarkan kepada sosok beliau, dan salah satunya adalah hidup bermewah-mewah. Kita tahu bahwa hal itu tidak betul, karena itu hanya kerjaan orang-orang yang memusuhi.

Tapi munculnya fitnah harta bagi khalifah Ustman memang ada dan tidak bisa dipungkiri. Dan cukup menjadi masalah juga bagi beliau. Walau pun kita sepakat bahwa khalifah Ustman tidak bersalah dalam hal ini. Namun tetap saja gaya hidup seorang yang kaya dengan fasilitas dan harta, cukup merepotkan.

Pejabat di Zaman Kita


Lalu bagaimana dengan pejabat kita? Bukankah mereka kebanyakan masih miskin sebelum menerima suatu jabatan?

Dan bagaimana bila sekarang ini mereka punya rumah mewah, tanah, kapling, apartemen, mobil bermilyar, satpam bejibun, pembantu dan deposito?

Padahal awalnya mereka hidup kere, hidup ngontrak di rumah petak sempit, tiap bulan dikejar-kejar pemilik rumah untuk bayar kontrakan. Bahkan tidak sedikit yang hidupnya masih numpang di rumah mertua.

Tapi kini dengan jabatan itu, mereka bisa hidup layak berkecukupan. Punya mobil mewah yang berjejer di garasi, yang bukan ukuran rakyat biasa. Rumah sudah di real estate, isterinya bolak balik shopping ke luar negeri. Umrah dan jalan-jalan ke mancanegara pakai uang rakyat. Dan semua itu didapat justru ketika dirinya diberi amanat untuk menjadi pejabat atau wakil rakyat.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Copyright © 2015. Putra Martapura Blog - All Rights Reserved
Proudly powered by M. Firdaus Habibi
.comment-content a {display: none;} -->