Ajang pencarian bakat sebenarnya tidal lepas dari program Yahudi.
Mereka sadar cara paling ampuh melumpuhkan para pemuda muslim adalah
menjauhkan mereka dari gaya hidup Islam dan mendekatkan mereka pada
hedonism dan hiburan. Demikian dikatakan Pengamat Gerakan Zionisme
Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi melalui email yang dikirim ke voa-islam.
Pizaro yang juga Sekjen Jurnalis Islam Bersatu (JITU) ini mengutip
pernyataan Gleed Stones mantan Perdana Menteri Inggris. Dia mengatakan: “Percuma
kita memerangi umat Islam, dan tidak akan mampu menguasainya selama di
dada pemuda-pemuda Islam ini bertengger Al-Qur’an. Tugas kita sekarang
adalah mencabut Al-Qur’an di hati-hati mereka, baru kita akan menang dan
menguasai mereka. Minuman keras dan musik lebih menghancurkan ummat
Muhammad daripada seribu meriam, oleh karena itu, tanamkanlah dalam hati
mereka rasa cinta terhadap materi dan seks.”
Maka cara ampuh yang mereka lakukan adalah mempromosikan
ajang pencarian bakat ke negeri-negeri muslim. Indonesian Idol seperti
kita ketahui dibawa ke negeri ini oleh perusahaan hiburan Amerika
bernama Fremantle Media. Fremantle Media adalah perusahaan yang dimiliki
oleh seorang kapitalis Yahudi, Rupert Murdoch.
Lebih lanjut Pizaro menjelaskan, kini prototype ajang
pencarian bakat menjamur dengan bentuk beragam, termasuk X Factors. Sama
seperti American Idol, X Factor dibentuk oleh Simon Cowell dan
diproduksi Fremantle Media. Simon Cowell sendiri berlatar belakang
Yahudi dengan ibu seorang Kristiani. Dan dua sejoli antara Simon Cowell
dan Rupert Murdoch adalah para creator yang sangat gigih mengkreasi
acara pencarian bakat yang kemudian disebar ke negara-negara muslim.
“Di luar negeri sana, acara X Factor tidak banyak
direspon oleh umat muslim, karena mereka tahu siapa dalang di balik
acara ini. Meski ada kontestan muslim seperti Yousseph Slimani pada
acara The X Factors tahun 2005 di Inggris, tapi respon muslim Inggris
tidak seperti di Indonesia. Karena mereka tahu, acara seperti X Factors
tidak akan pernah bisa menaikkan harkat dan martabat muslim di Inggris.
Hasilnya, Yousseph Slimani hanya sampai babak perempat final.”
Beda Inggris, beda Indonesia. Meski Indonesia adalah
negara mayoritas muslim, ketidakpedean justru menghinggapi diri kita,
dengan menyebut kemenangan Fatin adalah kemenangan seorang muslim.
Ucapan ini sangat memprihatinkan, jika kita mau menyadari siapa perintis
aacara ini.
“Dari dulu saya sudah mencium itu terjadi dalam
keikutsertaan Fatin. Tidak lama Fatin tampil, Bruno Mars langsung
memberikan dukungan. Bruno memberi dukungan bukan sekedar suara Fatin,
tapi lebih dari itu karena Fatin berjilbab. Bruno ini penyanyi yang
menyuarakan atheisme lewat lagunya It Will Rain,” kata Pizaro.
Maka itu dengan kemenangan Fatin tentu kita khawatir ada
semacam pembenaran bagi kaum muslimah berbondong-bondong membanjiri
ajang pencarian bakat seperti ini. Tubuh dan wajah mereka menjadi
santapan 250 juta bangsa Indonesia. Mereka meliuk-liuk dan bersaut-saut
hanya demi ribuan SMS. Muslimah-muslimah kita nanti memiliki dalih masuk
ke gelanggang yang sebenarnya jebakan Yahudi ini dengan satu kalimat:
‘Tidak masalah selama kami berjilbab’
Maka menarik kita cermati perkataan Muhammad Quthb,
“Seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik asal ia pernah
mendapatkan pengasuhan seorang ibu yang baik. Sebaliknya, seorang ibu
yang rusak akhlaknya, hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula
akhlaknya. Itulah mengapa yang dihancurkan pertama kali oleh Yahudi
adalah wanita.” Sumber
wah serem juga ya , apa lagi yang jauh dari lingkungan agama
BalasHapus