13 Mei 2013

Mengenang Berpulangnya Abah Guru (In Memoriam)

Berita duka itu akhirnya datang juga. Rabu, 10 Agustus 2005, subuh dinihari selepas pukul 05.00 Wita, Al ‘Aalimul ‘Allaamah Al ’Aarif Billaah Maulana Syekh KH Muhammad Zaini Abdul Ghani berpulang ke rahmatullah. Ribuan ummat segera berdatangan memenuhi sekitar rumah duka di Kompleks Ar Raudhah Sekumpul Martapura. Mushalla dan kawasan Kompleks tak sanggup menampung membludaknya warga masyarakat yang mencintai Belaiau. Semuanya berduka. Kesedihan menggelayut dalam wajah-wajah mereka. Deraian air mata tidak tertahankan.


Beberapa jam sebelum wafat, warga Sekumpul dan sekitarnya sempat membesuk Guru lewat pintu belakang kediaman. Antrean panjang ini ditutup menjelang tengah malam, dan warga yang tidak bisa bertakziah dimintakan mendoakan sang guru di tempat masing-masing. Kondisi kesehatan Guru berada pada titik kritis. Didampingi seluruh keluarga dekat, termasuk istri, Hj. Juwairiah, Hj. Laila dan Hj. Siti Noor Jannah, serta putra, Muhammad Amin Badali dan Ahmad Hafi Badali, Wali Allah itu menghadap Sang Khalik. Menjelang pukul 07.00 Wita, di ruang tengah rumah, dimulai shalat jenazah yang diimami secara bergantian oleh sejumlah ulama.

Sesekali kerabat dekat Guru memberikan ciuman terakhir kepada sang ulama. Pukul 12.30, jenazah Guru Sekumpul dihantar ke pemakaman yang berada di depan Mushalla ArRaudhah atau di bagian depan samping kiri kediaman almarhum. Kala keranda dikeluarkan dari kamar, gemuruh tahlil dan tahmid mengumandang, disertai dengan suara isak tangis di sana-sini. Lantunan tahlil itu terasa pilu, menyayat hati dan membuat bulu kuduk berdiri. Suara itu terus bergema terlebih saat keranda jenazah melewati pintu utama kediaman menuju mushalla.

Ribuan jamaah berebut membawa keranda hingga selendang penutup keranda nyaris lepas. Di mushalla, shalat jenazah berpuluh-puluh kali digelar. Menjelang Ashar keranda dibawa ke pemakaman yang jaraknya cuma beberapa meter dari mihrab. Tepat azan Ashar dan diiringi lantunan ayat Al Qur’an, jasad sang ulama diturunkan ke liang lahad. Sesuai wasiat Guru, yang memimpin pembacaan talqin adalah (alm) Al Alimul Fadhil KH Abdus Syukur.

Hari-hari ini, kita kembali terkenang dengan ceramah sang ulama dalam beberapa kali pengajian. Banyak di antaranya yang bertutur tentang kematian, wasiat kehidupan, walau diungkapkan Guru Sekumpul secara bercanda.“Kalau aku kena meninggal dunia, kantor dan bank pasti tutup. Sekolah dan madrasah juga umpat libur….” Kata Guru. Di saat banyak yang bingung, sang ulama menyambung kalimat itu hingga membuat jamaah tertawa, “Asal aku meninggalnya hari Minggu…”Canda Guru itu setidaknya terbukti.

Meski wafat bukan hari Ahad, suasana di Martapura dan sekitarnya mengamini apa yang dulu diungkapkan Guru. Sekolah banyak yang diliburkan, kantor dan instansi pemerintah relatif tidak berfungsi walau tampak buka, dan toko-toko di Pasar Martapura seperti tidak berpenghuni. Semuanya larut dalam kedukaan. Ratusan ribu jamaah yang menghadiri pemakaman menciptakan rekortersendiri dalam sejarah di Kalsel.

Dari mantan Wapres Hamzah Haz, Gubernur, anggota DPR, hingga rakyat dan ummat datang melayat. Jalan-jalan macet dan aktivitas warga terhenti. Semuanya ingin memberikan penghormatan terakhir. Imam shalat pun tak mampu menahan deraian airmata kala melafalkan doa. Isak tangis tiada terbendung.

Media massa daerah hingga nasional memberitakan kabar duka ini, termasuk koran besar seperti Kompas dan Jawa Pos. Bahkan, Rabu dinihari itu juga, Banjarmasin Post mencetak ulang halaman depan koran yang berisi berita wafatnya Guru Sekumpul.

Sesungguhnya akhir Juli hingga awal Agustus 2005, kesehatan Guru Sekumpul menjadi perbincangan masyarakat Kalsel. Hampir setiap hari sejumlah media cetak lokal memberitakan kondisi sang ulama yang setiap dua kali sepekan menjalani cuci darah. Sejak awal-awal 2005, pengajian juga libur panjang. Puncak semua itu, Jum’at, 29 Juli 2005, diantar (Gubernur) Kalsel H. RudyAriffin, Guru Sekumpul dibawa ke Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura.

Ditangani oleh Dr Gordon Ku, spesialis penyakit dalam, kondisi kesehatan sang ulama terus membaik, namun harus terus menjalani perawatan. Selagi masih di luar negeri, masyarakat Kalsel heboh oleh beredarnya kabar wafatnya Guru. Sejumlah media radio malah sempat memberitakannya. Kabar itu sendiri dibantah oleh orang dekat Guru, termasuk Rudy Ariffin yang terus memantau perkembangan kesehatan Guru.

Kepada Rudy, Guru mengaku ingin sekali cepat pulang ke Martapura. Apalagi, Rudy Ariffin setelah itu lebih dulu pulang ke Kalsel untuk dilantik sebagai Gubernur. “Bila ikam bulik, aku umpat bulik jua Di ai,” kata Guru kepada Rudy.

Sang ulama memang sangat dekat dengan Rudy hingga seakan merasa sendirian disana tanpa Rudy. Atas advis tim dokter di RS, Guru diminta tetap dirawat di lantai 3 ruang khusus Critical Unit. Setelah lebih sebelas hari menjalani perawatan, Guru pun diperbolehkan pulang.

Selasa 9 Agustus, pukul 20.30, pesawat carter F-28 yang membawa sang Aulia mendarat di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin. Tepat pukul21:15, iring-iringan mobil yang membawa Guru tiba di Kompleks Sekumpul. Mobil DA 9596 ZG yang membawa Guru langsung masuk kedalam garasi, di bagian belakang kediaman.Guru kembali berjumpa dengan keluarga dan kota kelahiran yang sangat dicintai dan dirindukannya. Namun, ternyata Allah SWT lebih mencintai dan merindukan sang ulama. Hanya dalam hitungan jam berada di tengah keluarga, Guru Sekumpul dipanggil untuk selama-lamanya.Innaa lillaahi wainnaa ilaihi rooji’uun

Kutipan dari buku "Bertamu Ke Sekumpul"
Oleh : H. Ahmad Rosyady Chalidy, S.Sos.
Edisi : Cetakan Ke-4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar