Artikel TerbaruSelamat Datang di Putra Martapura

Pengemis di Banjarmasin Mempunyai Penghasilan Tinggi, Dibuka Lowongan Pekerjaan (Prospek Cerah Ni Gan)

Niatannya sih ingin membantu dan bersedekah kepada orang yang tidak mampu, tapi kalau mengemis sudah dijadikan ajang bisnis untuk memperoleh rupiah bagaimana ya?, boleh dibilang pengemis adalah sebuah profesi pekerjaan, bukan karena terpaksa. Teman ku pernah bercerita padaku bahwa iya pernah satu angkot dengan kumpulan pengemis yang ternyata mereka adalah teman dekat, padahal masuk angkotnya ga barengan. di dalam angkot mereka membicarakan masalah arisan gan. wadu!!! pengemis arisan. gimana tu. tapi inilah kenyataan dan fenomena yang terjadi di tengah-tengah kita.  Profesi pengemis menjadi prospek cerah bagi mereka-mereka yang malas mencari kerja, hanya bermodal belas kasih dan muka tembok (maksudnya ga malu-malu gan). bahkan diantara mereka ada yang terorganisir, di Banjarmasin contohnya, saya pernah melihat rombongan pengemis turun dari satu mobil menuju komplek perumahan dan meminta-minta ke setiap rumah, habis itu mereka di jemput lagi menggunakan mobil untuk menuju TKP selanjutnya. Weleh...weleeeeeh...!!!. dan sekarang ada lagi muncul berita baru yang pertama kali ku liat pada berita siang di Trans TV, ini kutipan beritanya:

Personel Polisi Pamong Praja (Pol PP) Pemko Banjarmasin, langsung tersentak. Sebagian di antaranya geleng-geleng kepala. Antara percaya dan tidak. Mereka mengerubungi pasangan pengemis yang terkena razia gepeng (gelandangan dan pengemis), Muhammad Acin (53) dan Aisyah (54), di halaman parkir belakang Pemko Banjarmasin, Jumat (26/4/2013). Saat memeriksa tas selempang Acin, petugas menemukan kantong keresek warna putih yang berisi tumpukan uang. Melihat itu, Acin langsung berteriak. Dia meminta petugas tidak membuka kantong keresek berisi uang yang katanya kiriman dari saudaranya itu. Teriakan Acin justru membuat petugas penasaran. Petugas langsung membukanya.
Di dalam kantong keresek itu ternyata terdapat tumpukan uang Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu. Acin kembali berteriak. “Jangan itu, jangan...,” teriak dia. Lagi, teriakan itu tidak dipedulikan. Di saat bersamaan, Aisyah juga berusaha mencegah petugas lain membuka tasnya. Pasalnya, di dalamnya terdapat perhiasan emas. “Itu emas. Ada emas 75 gram. Saya selalu bawa ke mana-mana,” kata dia sembari berusaha mengambil tasnya dari tangan petugas.
Ketika ditanya, Acin yang ditangkap di perempatan Jalan S Parman, mengaku uang tersebut dikirim saudaranya dari Kuala Kurun, Kalteng, beberapa jam sebelum ada razia. Uang itu diberikan agar Acin bersedia kembali ke Kalteng dan tidak mengemis lagi. “Ulun (saya) disuruh bulik (pulang), jangan minta sedekah, bikin malu,” ujar pria yang memakai tongkat penyanggah jika berjalan ini. Acin mengatakan hanya pengemis biasa yang mendapatkan Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu per hari. Mengemis merupakan pekerjaannya selama satu tahun terakhir. Selain untuk memenuhi biaya hidup bersama Aisyah di Banjarmasin, juga untuk membiayai sekolah anak di Kapuas, Kalteng. Dia mengaku tidur di mana saja. Selain di emperan toko, biasa juga tidur di depan masjid. “Tadi malam (Kamis malam) guring (tidur) di depan Masjid Agung,” ujarnya.
Pernyataan Acin langsung diteriaki puluhan petugas. Pasalnya, mereka mengaku mendapat informasi Acin sering tidur di hotel dan menyewa rumah di belakang salah satu pusat perbelanjaan di Banjarmasin. Tapi Acin terus membantah. Dalam razia di sepanjang Jalan Pangeran Antasari, Belitung, S Parman dan Hasan Basri, petugas menangkap 31 gepeng, lima anak jalanan, dan tiga pedagang yang berjualan mainan anak. Kepala Satpol PP Banjarmasin, Ichwan Noor Chalik yang memimpin penertiban mengatakan uang dan perhiasan itu akan disimpan di brankas Pol PP selama penyelidikan berjalan. Sementara gepeng, anak jalanan dan pedagang yang terkena razia, dibawa ke tempat penampungan binaan Dinsoskesra.
Menurut Ichwan, pernyataan Acin dan Aisyah tak bisa langsung dipercaya. “Kami akan periksa lebih lanjut. Dari mana asal uang tersebut. Mereka kemungkinan berbohong. Katanya kiriman dari keluarga, tidak masuk akal,” tegasnya. Sebagian dari mereka terkena razia adalah ‘pemain lama’. Salah satunya Gustini yang dikenal sebagai koordinator gepeng.
Namun, warga Gang Laila, Kelayan A ini mengatakan sebagai pengemis biasa. Dia mengaku mengemis agar bisa membantu suami membiayai satu putranya yang masih bersekolah. “Bapaknya (suami) bekerja di bangunan,” ujar dia. Mila juga kembali tertangkap. Ketika ditanya, perempuan berusia 15 tahun itu mengaku kembali mengemis karena sudah berstatus janda. Usai menikah selama lima bulan delapan hari, Mila mengaku tidak diberi nafkah oleh suami.

GIMANA GAN, MAU GANTI PROFESI, PROSPEK CERAH TU!!!

Sumber
 

Sanad Guru Sekumpul (Kh. Zaini bin Abdul Ghani) Sampai ke Rasulullah SAW

Sanad Guru Sekumpul sampai ke Rasulullah SAW.
Dengan sanad MU'ALLAQ
KH.Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni Sekumpul Martapura, mengambil dari
1.   Syekh Sarwani bin Abdan al-Banjari kemudian pindah ke bangil,dari
2.   Syekh Ali bin Abdullah
al-Banjari,dari
3.   Syekh Mahfuzh bin Abdullah Attarmasi,dari
4.   Syekh Muhammad Nawawi Banten dari
5.   Syekh SyihAbuddin
al-Banjari,dari
6.   Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Kelampayan dari
7.   Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi,dari
8.   Syekh Muhammad Sa'id bin Sunbul,dari
9.   Syekh ied bin Ali annamrisi,dari
10. Syekh Abdullah bin Salim Al Bashri dari
11. Syekh Abdul Aziz bin Muhammad al Makki,dari
12. Syekh Muhammad bin Abdul Aziz Azzamzami,dari
13. Syekh Ahmad bin Hajar al Haitami, yang di kenal dengan Ibnu Hajar pengarang tuhfah,dari
14. Syaikhul Islam Zakaria al-Anshori,pengarang fathul wahhab,dari
15. Amirul Mu'minin fil hadist Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Hajar al-Asqalani pengarang

      fathul bari,dari
16. Imam Umar bin Ruslan al-Bulqini dan Imam Abdurrahim bin Husain al-Iraqi, dan Abu ishaq

      attanukhi,ketiganya dari
17. Imam Ali bin Ibrahim al-Attor,dari
18. Syaikhul Islam Mujtahid Mazhab Imam yahya bin syarafuddin an nawawi,dari
19. Imam Abul Hasan, Salar bin Hasan al halabi al irbili,dari
20. Imam Muhammad bin Muhammad al quzwaini,dari
21. Imam Abdul Goffar bin Abdul Karim al qurwaini,dari
22. Imam Abdul Karim bin Muhammad arrafi'i,dari
23. Imam Muhammad bin Abdul Karim arrafi'i dari
24. Imam Muhammad bin Yahya an nais Aburi,dari
25. Imam Muhammad bin Muhammad al Gozali pengarang Kitab Ihya,dari
26. Imam Abdul Malik bin Abdullah al juwaini atau di kenal dengan Imamul Haramain,dari
27. Imam Abul qasim al iskafi,dari
28. Imam Abu ishaq asy syarazi,dari
29. Imam Hujjatul Islam Ali bin Ismail atau di kenal dengan Abul Hasan al asy'ari,dari
30. Imam Abu ishaq al marwazi,dari
31. Imam Ahmad bin Umar al bagdadi,dari
32. Imam Usman bin sa'id al anmathi dari
33. Para ashh Abussyafi'i,
      1. Imam Muzani, Ismail bin Yahya,
      2. Imam Buwaithi, Abu Ya'qub bin Yusuf,
      3. Imam Harmalah bin Yahya
      Dan Para ash hab yang lain nya, mereka semua mengambil ilmu dari 

34. Imam Muhammad bin Idaris assyafi'i,dari
35. Imam Malik bin Anas,dari
36. Imam Nafi seorang tabi'in pembantunya Ibnu Umar,dari
37. Seorang sahabat Abdullah bin Umar bin Khattab, beliau langsung dari
      SAYYIDINA Muhammad BIN Abdullah, dari JIBRIL dan langsung mengambil ke 

      ALLAH RABUL IZZAH. 


Sumber

Diantara Kitab-Kitab yang Pernah Diajarkan Oleh Abah Guru Sekumpul (KH. Zaini bin Abdul Ghani)


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilafTxPEGXPTE2NaE57LWkxPT-AwqXGrYx9DIrKxQGZSQaTjfihjSsrTMzhuSG1wKD2XlDcFg_ECDckdwnn3d__m_b0m24UAv89dN42VOi5mRUvGutOv7mgCpaY04Db2IqwccjuwVJx3yg/s1600/ssaat+di+mejelis.jpg
SEBAGIAN NAMA KITAB YANG DIPELAJARI DALAM PENGAJIAN
MAJELIS TA’LIM MUSHOLLA “ARRAUDHAH”
DIBAWAH ASUHAN GURU ABAH GURU SEKUMPUL MARTAPURA KAL SEL.

  https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2URo9zhAUA-bmtGyB0iFYAhWgAbnGqrIXekRDAks_eNrCFrLJK2r_EjYGr6rf07uy-FhmIqP2y45YLoRlEt2njc-lhcTyiQfOmh29fDuNAGpAE3Un2G2zo5zCTS0XiIrGRrHyt-eq4kI/s1600/haul.jpg
 
Diantaranya :
  1.  Ihya Ulumuddin
  2. Tafsir al Munir (Maroh Labid)
  3. Kifayatul ‘Awam
  4. Kifayatul Atqiya
  5. Risalah Mu’awanah
  6. Tanbihul Mughtarrin
  7. Nashoihul ‘Ibad
  8. Nashoihuddiniyyah
  9. Sullamuttaufieq
  10. Syarh al ‘Aiyniyyah
  11. Al Arba’in Fi Ushuliddin
  12. Risalah Zadul Muttaqien
  13. Syarh Jauharotuttauhid
  14. Al Mursyidul Amin Ila Mau’izhotil Mu’minin
  15. Al Bayan Wal Mazid ala syarh Unsil Wahid Min Kalami Abi Madyan
  16. Al Mawaid Fi Syattal Fawaid
  17. Mawahibul Quddus Fi Manaqibi Ibn al Iderus
  18. Fathullah Arrahmanirrahiem Fi Manaqibi Qutb Al Ghauts Abdillah al ‘Iderus
  19. Ilzam Baba Robbik
  20. Al Hikam ( Athoillah Assakandari)
  21. Minhajul Abidin
  22. Riyadhushsholihin
  23. Al Hawasyil Madaniyah
  24. Risalah Fi Itsbati Wujudinnabi Fi Kulli Makan
  25. Arrisalah Annuroniyyah Fi Syarh Attawassulati Assammaniyyah
  26. Fathurrahman Bisyarh Risalati Arislan
  27. Risalah Wasilah
  28. Manaqib Al Waliyyul Akwan Assayyid Muhammad Ibn Abdul Karim Assamman
  29. Minhatul Akyas Fi Husnizhzhon Binnas
  30. Al ‘Ilmunnibros
  31. Kitab Shifat 20 Lil Habib Utsman Al Batawi
  32. Khuloshatuttashonif Fittashowwuf
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2J43s2dgbaFn13sd6qBLeSZ_hmjDHzLLkrLm5EGWMn_PE54vHg24XO1DFGV4F1satXzuzXmORxpYs-Vi9q4BhSwKxap1ChvGlWT6uOWH2dNFIzb5OwS4YpyNITmmvCCz9_EuQnVjbJ-Oz/s1600/419694_231773716919641_100002610442554_435116_1982781862_n.jpg 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIymeLgq9oPJD1FMZr5WdRzIYmvA48Sh4NE_LZcHVUtGJs61qSeQhYXGq3nSSoGwB95cvsFuo4LPTaOt1vD8rzOirLkU1d8vjukQgeFf1WILXff8_cUHN96wGibo1DWh72-PyRqXZAglpv/s640/64666_231587000271646_100002610442554_434787_545249048_n.jpg
 
      Mudahan segala amal baik dan karya ibadah dari Abah Guru dalam memberikan bimbingan keilmuan dan tuntunan amaliyah senantiasa menjadi amal jariyah yang senantiasa mengalir di hadhrat-NYA..
Ridho dan Rahmat Ilahiyyah senantiasa menyertai kehidupan Abah Guru Sekumpul di alam sana..
آَمِيّـٍـِـنْ يَآرَبْ آلٌعَآلَمِِيِنَْ
sumber

 

Kata Aku dan Kami dalam Al-Qur'an

 Seringkali dalam perdebatan muncul syubhat tentang Al Quran, kenapa kadang kadang memakai kata Aku (tunggal) dan kadang kadang memakai kata Kami (jamak), hal ini selalu digunakan oleh kaum nashrani dan kaum kufar lainnya untuk menyerang dan menyebarkan syubhat (kerancuan), serta keraguan atas kebenaran Kitabullah pada kaum muslimin, lalu….sebenarnya bagaimanakah jawaban atas syubhat tersebut ?? berikut adalah jawaban dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullahu ta’ala- :

……………….. salah satu sebab turunnya ayat tersebut adalah perdebatan orang-orang nashrani
mengenai yang kabur bagi mereka. Seperti FirmanNya أنا (Ana = Aku) dan نحن (Nahnu = Kami).
Para Ulama mengetahui bahwa makna نحن (Nahnu = Kami) disini adalah salah satu yang diagungkan dan memiliki pembantu-pembantu. Dia tidak memaksudkannya dengan makna tiga illah. Takwil kata ini yang merupakan penafsiran yang sebenarnya, hanya diketahui oleh orang-orang yang mantap keilmuannya, yang bisa membedakan antara siapa yang dimaksud dalam kata
إِيَّا (iyya = hanya kepada) dan siapa yang dimaksud dengan kata إِنَّ (inna = sesungguhnya kami ), karena ikut sertanya para malaikat dalam tugas yang mereka diutus untuk menyampaikannya, sebab mereka adalah para utusanNya.
Adapun berkenaan dengan satu-satunya illah yang berhak di ibadahi, maka berlaku bagi-Nya saja.
Karena itu Allahu ta’ala tidak pernah berfirman فإىّن فعبد ( faiyyana fa’budu = hanya kepada kami, maka beribadahlah).
Setiap kali memerintahkan ibadah, takwa, takut dan tawakal, Dia menyebut diri Nya sendiri dengan nama khususNya. Adapun bila menyebut perbuatan perbuatan yang dia mengutus para malaikat untuk melakukannya maka Dia berfirman :
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا
sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata (Al Fath : 1)
dan…
فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ
Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaanya itu (Al Qiyamah : 18)
dan ayat ayat semisalnya
Ini, meskipun hakekat makna yang dikandungnya yaitu para malaikat, sifat-sifat mereka dan cara cara Rabb mengutus mereka tidak diketahui kecuali oleh Allah ta’ala sebagaimana telah dijelaskan ditempat lain………….
Wallahu ‘alam
Bahan bacaan :
Al Furqon Baina ‘l Haq wa ‘l Bathil, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah , penerbit Dar Ihyai’t Turotsi ‘l Arabi

Hikmah Dilarangnya Makan dan Minum Sambil Berdiri oleh Rasulullah SAW

“Sesungguhnya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri”. Qotadah berkata: ”Bagaimana dengan makan?” beliau menjawab: “Itu lebih buruk lagi”. (HR. Muslim dan Turmidzi)

“Jangan kalian minum sambil berdiri ! Apabila kalian lupa, maka hendaknya ia muntahkan !” (HR. Muslim)

Dr. Abdurrazzaq Al-Kailani berkata: “Minum dan makan sambil duduk, lebih sehat, lebih selamat, dan lebih sopan, karena apa yang diminum atau dimakan oleh seseorang akan berjalan pada dinding usus dengan perlahan dan lembut. Adapun minum sambil berdiri, maka ia akan menyebabkan jatuhnya cairan dengan keras ke dasar usus, menabraknya dengan keras, jika hal ini terjadi berulang-ulang dalam waktu lama maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, yang kemudian menyebabkan pernah sekali minum sambil disfungsi pencernaan. Adapun Rasulullah berdiri, maka itu dikarenakan ada sesuatu yang menghalangi beliau untuk duduk, seperti penuh sesaknya manusia pada tempat-tempat suci, bukan merupakan kebiasaan. Ingat hanya sekali karena darurat!

Begitu pula makan sambil berjalan, sama sekali tidak sehat, tidak sopan, tidak etis dan tidak pernah dikenal dalam Islam dan kaum muslimin.

Dr. Ibrahim Al-Rawi melihat bahwa manusia pada saat berdiri, ia dalam keadaan tegang, organ keseimbangan dalam pusat saraf sedang bekerja keras, supaya mampu mempertahankan semua otot pada tubuhnya, sehingga bisa berdiri stabil dan dengan sempurna. Ini merupakan kerja yang sangat teliti yang melibatkan semua susunan syaraf dan otot secara bersamaan, yang menjadikan manusia tidak bisa mencapai ketenangan yang merupakan syarat tepenting pada saat makan dan minum.

Ketenangan ini bisa dihasilkan pada saat duduk, dimana syaraf berada dalam keadaan tenang dan tidak tegang, sehingga sistem pencernaan dalam keadaan siap untuk menerima makanan dan minum dengan cara cepat.

Dr. Al-rawi menekankan bahwa makanan dan minuman yang disantap pada saat berdiri, bisa berdampak pada refleksi saraf yang dilakukan oleh reaksi saraf kelana (saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan endotel yang mengelilingi usus. Refleksi ini apabila terjadi secara keras dan tiba-tiba, bisa menyebabkan tidak berfungsinya saraf (Vagal Inhibition) yang parah, untuk menghantarkan detak mematikan bagi jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau mati mendadak. Begitu pula makan dan minum berdiri secara terus –menerus terbilang membahayakan dinding usus dan memungkinkan terjadinya luka pada lambung. Para dokter melihat bahwa luka pada lambung 95% terjadi pada tempat-tempat yang biasa bebenturan dengan makanan atau minuman yang masuk.

Air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh sfringer. Sfringer adalah suatu struktur maskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup. Setiap air yang kita minum akan disalurkan pada ‘pos-pos’ penyaringan yang berada di ginjal. Nah, jika kita minum berdiri air yang kita minum tanpa disaring lagi. Langsung menuju kandung kemih. Ketika langsung  menuju kandung kemih, maka terjadi pengendapan disaluran ureter. Karena banyak limbah-limbah yang menyisa di ureter.

Inilah yang bisa menyebabkan penyakit kristal ginjal. Salah satu penyakit ginjal yang berbahaya. Susah kencing itu penyebabnya. Sebagaimana kondisi keseimbangan pada saat berdiri disertai pengerutan otot pada tenggorokan yang menghalangi jalannya makanan ke usus secara mudah, dan terkadang menyebabkan rasa sakit yang sangat yang mengganggu fungsi pencernaan, dan seseorang bisa kehilangan rasa nyaman saat makan dan minum. Oleh karena itu marilah kita kembali hidup sehat dan sopan dengan kembali ke pada adab dan akhlak Islam, jauh dari sikap meniru-niru gaya orang-orang yang tidak mendapat hidayah Islam.

Tesisku Oh Tesisku, Kapan Selesainya!!!


Ini dia kampus kesayanganku, sejak masuk bangku kuliah strata 1 (S1), hingga melanjutkan ke pascasarjana. IAIN Antasi Banjarmasin Kalimantan Selatan. Pada tahun 2005 ku memasuki kampus ini dan akhirnya berhasil menamatkan strata 1 pada tahun 2010. Pada tahun 2010 itulh aku langsung melanjutkan pendidikan di Pascasarjana pada kampus yang sama dengan Prodi Pendidikan Islam, Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam.

Gedung Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin
Pada Akhir 2012 aku sudah mengajukan judul untuk penelitian akhirku, dan alhamdulillah akhirnya diterima dengan judul "Pelaksanaan Manajemen Sarana dan Prasarana pada Madrasah Negeri di Kecamatan Martapura Kota Kabupaten Banjar", yang selanjutnya diseminarkan. Setelah diseminarkan dengan adanya masukan dari dosen pembimbing dan kawan-kawan yang seangkatan pada seminar itu, maka judul yang disarankan ada perubahan yakni "Manajemen Sarana dan Prasarana pada Madrasah Negeri Model di Kabupaten Banjar", sekarang langkah selanjutnya hanya tinggal merevisi dan konsultasi beberapa kali ke dosen pembimbing, tapi selama ini hanya sedikit revisi yang dikerjakan karena pekerjaan kantor yang tak bisa ditinggalkan, apa lagi waktu kerjanya dari jam 08.00-16.00 WITA, sulit rasanya kebanyakan minta ijin di tempat kerja untuk mencari bahan tugas akhir. Sampai rumah ada si kecil yang nunggu, kalo malam kadang juga si kecil ikut begadang, pekerjaan tesis jadi terlewatkan terus. Mudah-mudahan diberikan kemudahan, keistiqomahan semangat dan motivasi dalam diri sendiri agar tugas akhir ini bisa selesai secepat mungkin, amin.

Saat ini dari 22 teman 1 ruangan yang juga 1 angkatan, sudah ada 2 orang teman yang diwisuda, beberapa teman lainnya sudah mengajukan permohonan sidang tesis, dan yang lainnya sudah terjun ke lapangan untuk melakukan penelitian. kalau sudah begini jadi termotivasi juga untuk segera menyelesaikan Tugas Akhir. tapi yang jelas selamat buat teman-teman yang sudah sarjana, do'akan biar aku dan teman-teman yang lain bisa menyusul secepat mungkin.

Beberapa hari yang lalu sih sudah survei ke lokasi penelitian, kebetulan di Kabupaten Banjar ada 3 Madrasah Negeri Model, yakni Madrasah Ibtidaiyah Negeri Model Martapura, Madrasah Tsanawiyah Negeri Model Darussalam Martapura dan Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tambak Sirang Gambut. jadi penelitian fokus pada 3 sekolah tersebut, sekarang tinggal menyusun bab I sampai bab III, dan dikonsultasikan ke dosen pembimbing, baru turun ke TKP untuk melakukan penelitian. pekerjaannya harus dimulai dari sekarang, sedikit demi sedikit yang jelas tiap harinya harus ada kemajuan nih si tugas akhir. kata orang tidak ada seribu langkah kalau tidak ada langkah pertama. kepada agan-agan mohon motivasinya ya biar aku tetap semangat menyelesaikan tugas akhirnya. jangan lupa juga mohon do'anya. heee..

Stadion Demang Lehman (Dulu Stadion Indrasari) Martapura, Merupakan Markas Laskar Antasari (Barito Putra)

Stadion Olah Raga yang baru dibangun di Martapura yang sebelumnya dikenal dengan Stadion Indrasari kini diganti namanya menjadi Stadion DEMANG LEHMAN. Peresmian Nama Stadion Demang Lehman dilakukan pada hari Jumat tanggal 18 Januari 2013.

Nama Demang Lehman menjadi nama sebuah Stadion yang Megah di Kalimantan Selatan ini bukan tidak beralasan. Sebab Demang Lehman adalah salah seorang pejuang terkemuka dalam sejarah Kesultanan Banjar. Dan karena keberania dan keahliannya bertempur maka ia sangat ditakuti pihak penjajah Belanda di tanah Banjar.

Berikut Gambar Stadion Demang Lehman Martapura:




 Maket Pembuatan Stadion Demang Lehman



Pembangunan Stadion Demang Lehman Martapura






Stadion Demang Lehman Martapura, Kalimantan Selatan






Barito Mania










Demang Lehman

Kiai Demang Lehman adalah salah seorang panglima perang dalam Perang Banjar. Gelar Kiai Demang merupakan gelar untuk pejabat yang memegang sebuah lalawangan (distrik) di Kesultanan Banjar. Demang Lehman semula merupakan seorang panakawan (ajudan) dari Pangeran Hidayatullah sejak tahun 1857. Demang Lehman lahir di Martapura pada tahun sekitar 1837, mula-mula bernama Idis. Oleh karena kesetiaan dan kecakapannya dan besarnya jasa sebagai panakawan dari Pangeran Hidayatullah, dia diangkat menjadi Kiai sebagai Kepala Distrik Riam Kanan.

Pada awal tahun 1859 Nyai Ratu Komala Sari, permaisuri almarhum Sultan Adam, telah menyerahkan surat kepada Pangeran Hidayat, bahwa kesultanan Banjar diserahkan kepadanya, sesuai dengan surat wasiat Sultan Adam. Selanjutnya Pangeran Hidayat mengadakan rapat-rapat untuk menyusun kekuatan dan memberi bantuan kepada Tumenggung Jalil Kiai Adipati Anom Dinding Raja berupa 20 pucuk senapan. Sementara itu Pangeran Antasari dan Demang Lehman mendapat tugas yang lebih berat yaitu mengerahkan kekuatan dengan menghubungi Tumenggung Surapati dan Pembakal Sulil di daerah Barito, Kiai Langlang dan Haji Buyasin di daerah Tanah Laut.

Bulan April 1859
Pada awal Perang Banjar yaitu sekitar akhir bulan April 1859 Demang Lehman memimpin kekuatan dan penggempuran di sekitar Martapura (kabupaten Banjar) dan Tanah Laut, bersama-sama Kiai Langlang dan Penghulu Haji Buyasin. Selanjutnya Demang Lehman diperintahkan mempertahankan kota Martapura, karena pusat pemerintahan Kerajaan oleh Pangeran Hidayat dipindahkan ke kota Karang Intan. Bersama-sama Pangeran Antasari, Demang Lehman menempatkan pasukan di sekitar Masjid Martapura dengan kekuatan 500 orang dan sekitar 300 orang di sekitar Keraton Bumi Selamat.

Benteng Munggu Dayor
Pada akhir tahun 1859 pasukan rakyat yang dipimpin oleh Demang Lehman, Pangeran Antasari, Tumenggung Antaluddin, Pambakal Ali Akbar berkumpul di benteng Munggu Thayor. Demang Lehman terlibat dalam pertempuran sengit di sekitar Munggu Thayor. Belanda menilai tentang Demang Lehman sebagai musuh yang paling ditakuti dan paling berbahaya dan menggerakkan kekuatan rakyat sebagai tangan kanan dari Pangeran Hidayat. Demang Lehman menyerbu Martapura dan melakukan pembunuhan terhadap pimpinan militer Belanda di kota Martapura.

Serbuan terhadap Belanda di Keraton Bumi Selamat 30 Agustus 1859
Pada tanggal 30 Agustus 1859 Demang Lehman berangkat menuju Keraton Bumi Selamat dengan 3000 kekuatan dan secara tiba-tiba mengejutkan Belanda karena melakukan serangan secara tiba-tiba, menyebabkan Belanda kebingungan menghadapinya, hingga hampir menewaskan Letnan Kolonel Boon Ostade. Dalam serangan tiba-tiba ini Demang Lehman menunggang kuda dengan gagah berani mengejar Letnan Kolonel Boon Ostade. Serbuan ke Keraton Bumi Selamat ini gagal karena berhadapan dengan pasukan Belanda yang sedang berkumpul melakukan inspeksi senjata. Pertempuran sengit terjadi, sehingga anggota Demang Lehman kehilangan 10 orang yang menjadi korban, begitu pula pihak Belanda berpuluh-puluh yang jatuh korban.

Pertempuran di Benteng Tabanio
Sementara itu kapal perang Bone dikirim Belanda ke Tanah Laut untuk merebut kembali benteng Tabanio yang telah dikuasai Demang Lehman dalam sebuah pertempuran yang mengerikan Belanda. Ketika pasukan Letnan Laut Cronental menyerbu benteng Tabanio, 9 orang serdadu Belanda tewas, dan terpaksa pasukan Belanda sisanya mengundurkan diri dengan menderita kekalahan. Serangan kedua oleh Belanda dilakukan, tetapi benteng itu dipertahankan dengan gagah berani oleh Demang Lehman, Kiai Langlang, dan Penghulu Haji Buyasin. Karena serangan serdadu Belanda didukung oleh angkatan laut yang menembakkan meriam dari kapal perang, sedangkan pasukan darat menyerbu benteng Tabanio, Demang Lehman berserta pasukannya lolos dengan tidak meninggalkan korban. Belanda menilai bahwa kemenangan terhadap benteng Tabanio ini tidak ada artinya, kalau diperhitungkan dengan jumlah sarana yang dikerahkan 15 buah meriam, dan sejumlah senjata yang mengkilap, ternyata tidak berhasil melumpuhkan kekuatan Demang Lehman.

Pertempuran di Benteng Gunung Lawak 27 September 1859
Selanjutnya Demang Lehman memusatkan kekuatannya di benteng pertahanan Gunung Lawak di Tanah Laut. Benteng itu terletak di atas bukit, di setiap sudut benteng dipersenjatai dengan meriam. Pertempuran memperebutkan benteng ini terjadi pada tanggal 27 September 1859. Dalam pertempuran yang sengit dan pasukan Demang Lehman mempertahankan benteng Gunung Lawak dengan gagah berani, akhirnya mengorbankan lebih dari 100 gugur dalam pertempuran ini. Belanda sangat bangga dengan kemenangannya ini sehingga dilukiskannya sebagai salah satu pertempuran yang indah di tahun 1859. Kekalahan ini tidak melemahkan semangat pasukan Demang Lehman, sebab mereka yakin bahwa berperang melawan Belanda adalah perang sabil, dan mati dalam perang adalah mati syahid. Bahkan pasukan Kolonel Andresen banyak korban dalam perjalanan naik perahu ketika menuju ke Banjarmasin, bahkan Kolonel Andresen sendiri hampir tewas dalam serangan mendadak ini.

Mendatangkan senjata
Pangeran Antasari dan Demang Lehman mencoba mendatangkan senjata dengan cara mengirim utusan ke Kesultanan Kutai, Pasir dan Pagatan. Tetapi rupanya sudah diketahui oleh Belanda, sehingga Belanda menekan semua raja-raja yang membantu Pangeran Antasari dan Demang Lehman. Meskipun demikian Demang Lehman memperoleh sebanyak 142 pucuk senapan dan beberapa buah meriam kecil (lila), tetapi sayang ketika senjata ini dalam perjalanan diangkut dengan perahu dirampas oleh Belanda di tengah laut.

Tiga lokasi pertempuran
Pada akhir tahun 1859 medan pertempuran terpencar dalam 3 lokasi, yaitu di sekitar Banua Lima, sekitar Martapura dan Tanah Laut dan di sepanjang Sungai Barito. Medan pertempuran di sekitar Banua Lima dibawah pimpinan Tumenggung Jalil Kiai Adipati Anom Dinding Raja, medan yang kedua dibawah pimpinan Demang Lehman, sedangkan medan ketiga dibawah pimpinan Pangeran Antasari.

Pertemuan Para Pejuang di Kandangan

Pada bulan September 1859 Demang Lehman, bersama pimpinan lainnya seperti Pangeran Muhammad Aminullah, Tumenggung Jalil berangkat menuju Kandangan (Kabupaten Hulu Sungai Selatan) untuk merundingkan bentuk perlawanan terhadap Belanda dan sikap serta siasat yang ditempuh selanjutnya. Pertemuan ini dihadiri oleh tokoh-tokoh pejuang dari segala pelosok. Dari pertemuan itu menghasilkan kesepakatan, bahwa pimpinan-pimpinan perang menolak tawaran Belanda untuk berunding. Pertemuan menghasilkan pula bentuk perlawanan yang terarah dan meluas dengan cara : 31 M
1. Pemusatan kekuatan di daerah Amuntai.
2. Membuat dan memperkuat pertahanan di daerah Tanah Laut, Martapura, Rantau dan Kandangan.
3. Pangeran Antasari memperkuat pertahanan di wilayah Dusun Atas.
4. Mengusahakan tambahan senjata.
Suatu sikap yang keras telah diambil bahwa para pejuang tersebut bersumpah mengusir penjajah Belanda dari bumi Banjar. Mereka akan berjuang tanpa kompromi Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing, berjuang sampai titik darah yang penghabisan.

Belanda Mendirikan Benteng
Untuk melumpuhkan perjuangan rakyat Belanda mendirikan benteng-benteng. Di daerah Tapin, diperkuat Belanda benteng Munggu Dayor yang telah direbutnya dari pasukan Demang Lehman. Di daerah Kandangan (kabupaten Hulu Sungai Selatan), didirikan pula benteng dikenal sebagai benteng Amawang. Demang Lehman dan pasukannya merencanakan untuk menyerang benteng Belanda di Amawang ini. Demang Lehman berhasil menyelundupkan dua orang kepercayaannya ke dalam benteng sebagai pekerja Belanda. Informasi dari kedua pekerja ini Demang Lehman bertekad akan menyerbu benteng Belanda tersebut. Pihak Belanda memperoleh informasi bahwa rakyat telah berkumpul di Sungai Paring hendak menyerbu benteng Amawang. Dengan dasar informasi ini, pasukan Belanda dibawah pimpinan Munters membawa 60 orang serdadu dan sebuah meriam menuju Sungai Paring. Saat pasukan tersebut keluar dan diperkirakan sudah mencapai Sungai Paring, Demang Lehman menyerbu benteng Amawang pada sekitar jam 02.00 siang hari tanggal 31 Maret 1860, dengan 300 orang pasukannya Demang Lehman menyerbu benteng tersebut.
Ketika pasukan Demang Lehman menyerbu, kedua orang kepercayaan yang menjadi buruh dalam benteng tersebut mengamuk dan menjadikan serdadu Belanda menjadi kacau dibuatnya. Kedua orang yang mengamuk tersebut tewas dalam benteng dan sementara itu pertempuran sengit terjadi. Pasukan Munters ternyata kembali ke benteng sebelum sampai di Sungai Paring. Datangnya bantuan kekuatan ini, menyebabkan Demang Lahman dan pasukannya mundur. Demang Lehman mundur di sekitar Sungai Kupang dan Tabihi bersama Pangeran Muhammad Aminullah dan Tuan Said. Pasukan Belanda menyusul ke Tabihi dan terjadi pertempuran. dalam pertempuran itu komandan pasukan Belanda Van Dam van Isselt tewas dan beberapa orang serdadu menjadi korban keganasan perang. Demang Lehman meneruskan ke daerah Barabai membantu pertahanan Pangeran Hidayatullah dan pengiringnya. G.M. Verspyck berusaha keras untuk menghancurkan kekuatan Pangeran Hidayatullah dan Demang Lehman yang berkedudukan di sekitar Barabai. G.M. Verspyck mengerahkan serdadu dari infantri batalyon ke 7, batalyon ke 9 dan batalyon ke 13. Batalyon ke 13 berjumlah 210 orang serdadu dibawah pimpinan Kapten Bode dan Rhode. Pasukan ini diikutkan pula 100 orang perantaian yang bertugas membawa perlengkapan perang dan makanan.
Pengepungan terhadap kedudukan Pangeran Hidayatullah ini disertai pula kapal-kapal perang Suriname, Bone, Bennet dan beberapa kapal kecil. Kapal-kapal perang ini pada tanggal 18 April 1850 telah memasuki Sungai Ilir Pamangkih. Karena banyak rintangan yang dibuat, maka kapal-kapal perang tidak dapat memasukinya, serdadu Belanda terpaksa menggunakan perahu-perahu. Iringan perahu ini mendapat serangan dari kelompok Haji Sarodin yang menggunakan lila dan senapan lantakan. Dalam pertempuran ini Haji Sarodin tewas, tetapi dia berhasil menewaskan beberapa serdadu Belanda. Pertempuran terjadi pula di Walangku dan Kasarangan dan Pantai Hambawang. Dengan teriakan Allahu Akbar, rakyat menyerbu serdadu Belanda yang bersenjata lengkap. Mereka tidak takut mati, karena mereka yakin mati dalam perang melawan Belanda adalah mati syahid.
Demang Lehman dan Pangeran Hidayatullah berusaha keras dan penuh keberanian menahan serangan serdadu Belanda. Tetapi karena jumlah personil Belanda lebih besar dan perlengkapan perang lebih unggul, maka diambil suatu siasat mundur. Pangeran Hidayatullah mengundurkan diri ke Aluwan, sedangkan Demang Lehman bertahan di kampung Pajukungan. Akhirnya Belanda berhasil menduduki Barabai setelah meninggalkan banyak korban. Belanda berusaha keras untuk memutuskan hubungan Pangeran Hidayat yang berada di Aluwan dengan pasukan Demang Lehman yang berada di sekitar Amawang. Usaha Belanda untuk melemahkan kekuatan rakyat ternyata tidak berhasil, karena rakyat menggunakan taktik gerilya dalam serangannya.
Belanda berusaha memikat Pangeran Hidayatullah dan Demang Lehman dengan segala cara agar menghentikan perlawanannya terhadap Belanda. Belanda kemudian menempuh jalan untuk menangkap kedua tokoh pejuang itu hidup atau mati, dan mengeluarkan pengumuman kepada seluruh rakyat agar dapat membantu Belanda menangkap kedua tokoh itu dengan imbalan yang menggiurkan. Imbalan yang dijanjikan adalah dengan mengeluarkan pengumuman harga kepala terhadap tokoh pejuang yang melawan Belanda. Harga kepala Pangeran Hidayatullah adalah sebesar f 10.000,- dan Demang Lehman sebesar f 2.000,- Nilai uang sebesar itu dapat memikat hati setiap orang yang menginginkan kekayaan. Bagi pejuang yang memegang sumpah Haram manyarah, waja sampai kaputing, tidak tergoyah hatinya mendengar janji-janji seperti itu, kecuali bagi mereka yang mengingkari sumpah, menghianati perjuangan bangsa dan yang lemah imannya terhadap prinsip perang sabil.

Haji Isa
Meskipun segala usaha telah gagal, Belanda tetap berusaha untuk menangkapnya dengan cara apapun. Pemerintah Belanda mengutus Haji Isa seorang yang dekat dengan dan tahu Pangeran ini berada. Tugas Haji Isa adalah menyampaikan keinginan pemerintah Belanda terhadap Pangeran ini. Haji Isa tidak berhasil menemukan Pangeran Hidayat, tetapi dia bertemu dengan Demang Lehman. Ketika Haji Isa menyampaikan tugas misinya terhadap Demang Lehman. Demang Lehman langsung menjawab menolak segala macam perundingan dan akan terus berjuang sampai akhirnya memperoleh kemenangan. Laporan Haji Isa ini menimbulkan semangat Belanda untuk mengatur siasat baru. Mayor Koch Asisten Residen di Martapura mengatur dan mengadakan hubungan dengan Demang Lehman atas perintah Residen G.M. Verspyck.
Pertemuan dengan Demang Lehman menghasilkan kesepakatan bahwa Demang Lehman bersedia menemui Pangeran Hidayat asal Belanda berjanji mendudukkan Pangeran Hidayat sebagai Raja di Martapura. Demang Lehman selalu merasa curiga dengan keinginan Belanda untuk mendudukkan Pangeran Hidayat sebagai raja di Martapura, karena itu Demang Lehman mengkonsolidasi pasukannya. Setelah terjadi hubungan surat menyurat antara Demang Lehman dengan Regent Martapura Pangeran Jaya Pemenang, Demang Lehman bersedia turun ke Martapura. Pada tanggal 2 Oktober 1861 Demang Lehman turun ke Martapura bersama tokoh-tokoh pejuang disertai 250 orang pasukannya. Anggota pasukannya ini akan menyusup ke seluruh pelosok Martapura dan akan mengamuk kalau Belanda menipu dan menangkap Demang Lehman. Tokoh-tokoh pejuang yang mengiringi Demang Lehman adalah : Kiai Darma Wijaya, Kiai Raksa Pati, Kiai Mas Cokro Yudo, Kiai Puspa Yuda Negara, Gusti Pelanduk, Pembekal Awang, Kiai Jaya Surya, Kiai Setro Wijaya, Kiai Muda Kencana, Kiai Surung Rana, Pembekal Noto, Pembekal Unus, Tumenggung Gamar dan lain-lain.

6 Oktober 1861
Tanggal 6 Oktober 1861 Demang Lehman memasuki kota Martapura disertai 15 orang pemimpin lainnya. Haji Isa menyambut rombongan ini dan langsung ke rumah Regent Martapura Pangeran Jaya Pemenang. Dalam pertemuan empat mata dengan Demang Lehman, Residen berusaha memikat Demang Lehman dengan janji akan memberikan jaminan hidup setiap bulan kepadanya asal Demang Lehman berjanji menentap di Martapura, di Banjarmasin atau Pelaihari dan mengajak kepada seluruh rakyat kembali ke kampung mereka masing-masing dan bekerjsama seperti semula. Janji Residen itu tidak menarik perhatiannya, tetapi kesetiannya kepada perjuangan dan sumpah perjuangan lebih tinggi nilainya dari pada kepentingan diri sendiri. Disamping itu Demang Lehman tegas mengatakan bahwa mereka akan berjuang terus sampai Pangeran Hidayat dapat duduk kembali di Martapura memangku Kerajaan Banjar. Semboyan mereka huruf “Mim” (huruf Arab mim) yang berarti Martapura atau mati karenanya. Hasil pertemuan dengan Residen memaksa Demang Lehman mencari tempat persembunyian Pangeran Hidayat dan akan merundingkannya dengan lebih teliti dan segala akibatnya nanti.

9 Oktober 1861
Tanggal 9 Oktober 1861 Demang Lehman berangkat ke Karang Intan dan kepergiannya ini memakan waktu hampir sebulan. Kepergian Demang Lehman ini mengkhawatirkan Belanda dan meminta agar Demang Lehman kembali ke Martapura. Tanggal 30 Desember 1861 Residen G.M. Verspyck tiba di Martapura dan perundingan dengan Demang Lehman dilangsungkan. Residen berjanji bahwa Pangeran Hidayat boleh tinggal dengan keluarganya di Martapura selama perundingan berlangsung dan jikalau perundingan gagal Pangeran Hidayat boleh kembali ke pusat pertahanannya dalam tempo sepuluh hari dengan aman. Tanggal 3 Januari 1862 Demang Lehman kembali berangkat mencari Pangeran Hidayat menuju Muara Pahu di daerah antara Riam Kanan dan Riam Kiwa. Pada tanggal 14 Januari 1862 Demang Lehman bertemu dengan Pangeran Hidayat di Muara Pahu. Demang Lehman menyampaikan surat Residen dan surat Regent Martapura Pangeran Jaya Pamenang. Dalam perjanjian itu Ratu Siti ibu Pangeran Hidayat dijemput dari tempatnya di Paauw Sungai Pinang, begitu pula keluarga Pangeran Hidayatullah yang masih menetap di Tamunih.
Perundingan 30 Januari 1862
Pada 22 Januari 1862, rombongan Pangeran Hidayatullah berangkat dari Muara Pahu dengan rakit dan perahu, melewati Mangapan dan 3 hari kemudian sampai di Awang Bangkal dan baru tanggal 28 Januari 1862 tiba di Martapura. Rombongan ini disambut rakyat dengan suka hati di Martapura. Rombongan langsung menuju tempat Regent Martapura Pangeran Jaya Pemenang yang masih hubungan paman dari Pangeran Hidayat. Perundingan dilangsungkan pada tanggal 30 Januari 1862, dimulai pada jam 10.30 pagi. Pihak Belanda terdiri dari :
1. Letkol Residen G.M. Verspyck
2. Mayor C.F. Koch, Assisten Residen di Martapura
3. Lettu J.J.W.E. Verstege, Controleur afdeeling Kuin
4. Lettu A.H. Schadevan, ajudan Koch
5. Pangeran Jaya Pemanang, Regent Martapura
6. Kiai Jamidin, Kepala Distrik Martapura
7. Kiai Patih Jamidin, Kepala Distrik Riam Kanan
8. Haji Isa
9. Tumenggung Jaya Leksana
Pihak Pangeran Hidayatullah terdiri dari 23 orang diantaranya adalah :
1. Pangeran Hidayatullah
2. Kiai Demang Lehman
3. Pangeran Sasra Kasuma, anak Pangeran Hidayat
4. Pangeran Sahel, anak Pangeran Hidayat
5. Pangeran Abdul Rahman, anak.
6. Pangeran Kasuma Indra, menantu
7. Gusti Ali Basah, menantu
8. Raden Jaya Kasuma, ipar
9. Gusti Muhammad Tarip

Surat Pemberitahuan Pangeran Hidayat 31 Januari 1862
Dalam perundingan itu Belanda mengatur siasat yang licik berpura berbaik hati dengan tujuan untuk menangkap dan mengasingkan Pangeran Hidayat keluar dari Bumi Selamat (Martapura).
Tujuan menghalalkan cara itulah yang dilakukan Belanda. Dalam situasi yang terjepit dan kondisi yang tidak memungkinkan Pangeran Hidayat terpaksa menandatangani Surat Pemberitahuan yang ditujukan kepada rakyat Banjar, yang sudah disiapkan Belanda sebelumnya.
Surat Pemberitahuan itu ditandatangani Pangeran Hidayat dengan cap Pangeran tertanggal 31 Januari 1862. Surat Pemberitahuan itu selengkapnya berbunyi :
  1. Surat ini tidak berisikan perintah, karena saya telah meletakkan dengan sukarela hak itu. (hak sebagai Mangkubumi).
  2. Karena mendengarkan nasihat yang salah, saudara-saudara memberontak terhadap pemerintah Belanda, saudara menempuh jalan yang salah.
  3. Saudara telah melihat bahwa Pemerintah Belanda lebih kuat dari kita, bahwa ia tidak hanya mementingkan kemakmuran rakyat yang baik, tapi juga bersikap lembut dan satria terhadap musuh-musuhnya.
  4. Kepada rakyat Banjar saya mohon supaya menghentikan segala permusuhan, saudara-saudara yang masih melawan kembalilah ke rumah saudara-saudara dan carilah mata pencaharian yang damai dan jujur, sehingga drama pembunuhan dan permusuhan dapat dihentikan.
  5. Letakkan senjata saudara, mohonkan ampun dengan sungguh-sungguh dan saya yakin bahwa Pemerintah Belanda akan memberinya dengan jiwa besar.
  6. Jangan sekali-kali mendengarkan perintah pemimpin-pemimpin yang terus berkeras meneruskan peperangan, baik perintah dari Pangeran Antasari, Pangeran Aminullah dan orang jahat lainnya.
  7. Saya mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak mengerti kepentingan saudara-saudara, dan kepentingan mereka sendiri dan saudara-saudara untuk keselamatan saudara-saudara sendiri dan demi kecintaan kepada saya, berkewajiban untuk menangkapi dan menyerahkan pemimpin rakyat yang jahat itu kepada Gubernurmen.
  8. Saya sendiri memberi saudara contoh penyerahan diri itu, saudara-saudara melihat bagaimana yang saya dapatkan.
  9. Saya sudah mencoba supaya mereka yang masih melawan mau menyerah.
  10. Semakin cepat bekas-bekas perang yang mencelakakan ini dapat dihilangkan, semakin cepat saudara-saudara mendapatkan pengampunan dari Allah Yang Maha Tinggi untuk bencana yang selama lebih dua tahun melanda penduduk Banjar.
  11. Allah Yang Maha Tinggi dan arwah-arwah nenek moyang (raja-raja) dan kuburnya akan mengutuk kalian, terutama pemimpin-pemimpin rakyat yang masih melawan, apabila permintaan saya yang terakhir ini tidak dipenuhi.
Pangeran Hidayat dibantu Demang Lehamn Batal ke Batavia
Pangeran sangat terperanjat dengan ucapan Residen G.M. Verspyck yang bertindak sebagai Wakil Tertinggi dari Pemerintah Belanda di daerah Selatan dan Timur Borneo dan dia berwenang memberi pengampunan dan melupakan apa yang terjadi pada masa lampau dengan syarat bahwa Pangeran Hidayat harus berangkas ke Batavia dalam tempo 8 hari. Kepada Pangeran diperkenankan membawa keluarga yang disukainya dan sebelum berangkat harus menyebarluaskan Surat Pemberitahuan yang sudah dibubuhi cap dan tanda tangan Pangeran. Ketika Pangeran mengajukan keberatan atas kepergian ke pulau Jawa tersebut, Residen menjawab bahwa bagi Pangeran perlu menikmati istirahat.
Demang Lehman yang merasa tertipu, sangat kecewa terhadap sikap Belanda untuk memberangkatkan Pangeran Hidayat ke pulau Jawa. Demang Lehman berusaha mengajak Mufti dan Pangeran Penghulu untuk memohon kepada Residen agar keputusan pemberangkatan Pangeran Hidayat dibatalkan. Demang Lehman berusaha untuk menggagalkan keberangkatan ini dan ketika rombongan Pangeran berangkat pada pagi hari tanggal 3 Februari 1862, Demang Lehman telah siap dengan pasukannya untuk menggagalkannya. Perahu yang membawa Pangeran dibelokkan ke rakit batang pohon pada rumah yang dulu pernah dijadikan tempat tinggal Demang Lehman, dan disambut dengan gegap gempita oleh rakyat. Pangeran terus dilarikan. Belanda tidak dapat bertindak apa-apa, dan baru setelah Pangeran dilarikan ke luar kampung Pasayangan, Residen mengerahkan kekuatannya untuk menangkap Pangeran.
>> Seluruh kampung Pasayangan sampai kampung Kertak Baru dibakar Belanda. Masjid Martapura yang indah yang dibangun lebih dari 140 tahun yang lalu digempur dan dibakar Belanda. Ini terjadi pada 4 Februari 1862 merupakan saksi kebengisan dan kebrutalan penjajah Belanda terhadap rakyat Banjar yang tidak berdosa.<<

Penipuan keji 2 Maret 1862
Penipuan itu dimulai dengan ditangkapnya Ratu Siti , Ibunda Sultan Hidayatullah, kemudian Pihak Belanda menulis surat atas nama Ratu Siti kepada Sultan, agar mengunjungi beliau sebelum dihukum gantung oleh Pihak Belanda. Surat tersebut tertera cap Ratu Siti…, padahal semua itu hanya rekayasa & tipuan tanpa pernah Ratu Siti membuat surat tersebut. Ketika bertemu dengan Ibunda Ratu Siti ditangkaplah Sultan Hidayatullah dan diasingkan ke Cianjur. Penangkapannya dilukiskan pihak belanda :
“ Pada tanggal 3 Maret 1862 diberangkatkan ke Pulau Jawa dengan kapal perang ‘Sri Baginda Maharaja Bali’ seorang Raja dalam keadaan sial yang dirasakannya menghujat dalam, menusuk kalbu karena terjerat tipu daya. Seorang Raja yang pantas dikasihani daripada dibenci dan dibalas dendam, karena dia telah terperosok menjadi korban fitnah dan kelicikan yang keji setelah selama tiga tahun menentang kekuasaan kita (Hindia Belanda) dengan perang yang berkat kewibawaanya berlangsung gigih, tegar dan dahsyat mengerikan. Dialah Mangkubumi Kesultanan Banjarmasin yang oleh rakyat dalam keadaan huru-hara dinobatkan menjadi Raja Kesultanan yang sekarang telah dihapuskan (oleh kerajaan Hindia Belanda), bahkan dia sendiri dinyatakan sebagai seorang buronan dengan harga f 10.000,- diatas kepalanya.
Hanya karena keberanian, keuletan angkatan darat dan laut (Hindia Belanda) dia berhasil dipojokan dan terpaksa tunduk.
Itulah dia yang namanya :
Pangeran Hidajat Oellah
Anak resmi Sultan muda Abdul Rachman dst, dst, dst….. “.
( Buku Expedities tegen de versteking van Pangeran Antasarie, gelegen aan de Montallatrivier. Karya J.M.C.E. Le Rutte halaman 10).
Baru tanggal 3 Maret 1862 Pangeran Hidayat setelah kembali tertipu kemudian diangkut dengan kapal Van OS berangkat dari Martapura keesokan harinya dan terus merapat ke kapal Bali untuk selanjutnya diangkut ke Batavia. Pangeran Hidayat di buang ke kota Cianjur disertai sejumlah keluarga besar kerajaan yang terdiri dari : seorang permaisuri Ratu Mas Bandara, sejumlah anak kandung dari permaisuri, menantu-menantu, saudara-saudara sebapak, ipar-ipar, ibu Pangeran sendiri, panakawan-panakawan beserta isteri dan anak buahnya, budak laki-laki dan perempuan, semua berjumlah 64 orang

Demang Lehman digantung
Demang Lehman yang merasa kecewa dengan tipu muslihat Belanda berusaha mengatur kekuatan kembali di daerah Gunung Pangkal, Batulicin, Tanah Bumbu. Dia tidak mengetahui bahwa Belanda sedang mengatur perangkap terhadapnya. Oleh orang yang menginginkan hadiah dan tanda jasa sehabis dia melakukan Shalat subuh dan dalam keadaan tidak bersenjata, dia ditangkap. Kemudian diangkut ke Martapura. Pemerintah Belanda menetapkan hukuman gantung terhadap pejuang yang tidak kenal kompromi ini. Dia menjalani hukuman gantung sampai mati di Martapura, sebagai pelaksanaan keputusan Pengadilan Militer Belanda tanggal 27 Februari 1862. Pejabat-pejabat militer Belanda yang menyaksikan hukuman gantung ini merasa kagum dengan ketabahannya menaiki tiang gantungan tanpa mata ditutup.Urat mukanya tidak berubah menunjukkan ketabahan yang luar biasa. Tiada ada satu keluarganyapun yang menyaksikannya dan tidak ada keluarga yang menyambut mayatnya. Setelah selesai digantung dan mati, kepalanya dipotong oleh Belanda dan dibawa oleh Konservator Rijksmuseum van Volkenkunde Leiden. Kepala Demang Lehman disimpan di Museum Leiden di Negeri Belanda, sehingga dimakamkan tanpa kepala.

mayatnya dimakamkan tanpa kepala. Al-Fatihah buat sidin…..

Persiapan Haul Ke-8 Abah Guru (KH. Zaini bin Abdul Ghani) Sekumpul Martapura

Warga sekumpul dan para murid Guru Sekumpul telah melakukan persiapan untuk haul Abah Guru (KH. Zaini bin Abdul Ghani) Sekumpul Martapura yang rencananya dilaksanakan pada hari minggu, malam senin, tanggal 12 Mei 2013 ini. Dimulai dari gotong-royong membersikan lingkungan, membangun tenda untuk jama’ah yang datang, menyiapkan lahan parkir kendaraan, menyiapkan tong-tong air dan tempat wudhu.

Kemudian memasang lampu penerangan, memasang pengeras suara, menyiapkan dapur untuk memasak makanan, menyiapkan bahan-bahan yang akan disajikan. Hingga  meracik bumbu, mengolah daging, memasak nasi, membuat kotak nas, hingga pada minggu paginya memasukkan nasi dan lauk pauknya kedalam kotak nasii/ nasi bungkus.

Masing-masing RT membagi tugas untuk warganya, siapa yang mengatur parkir, siapa yang menjadi keamanan, siapa yang membagi nasi kotak saat acara, dll.

Di balik puluhan ribu ja’maah yang datang nantinya di acara haul yang ke 8 abah guru sekumpul (KH. Zaini bin Abdul Ghani), tersembunyi tetes keringat warga sekumpul serta para santri yang melayani tamu dengan tulus dan ikhlas. Berikut dokumentasi yang dari grup facebook pecinta abah guru sekumpul:




























 
Support : Copyright © 2015. Putra Martapura Blog - All Rights Reserved
Proudly powered by M. Firdaus Habibi
.comment-content a {display: none;} -->