Artikel TerbaruSelamat Datang di Putra Martapura

Bahaya Kesalahan yang Berulang


Esok pagi, Nasrudin diperintahkan oleh istrinya untuk menjual unta ke pasar di ujung desa. Sayangnya, rencana baik terendus oleh empat orang penipu. Karena itu, empat penipu itu secepatnya berunding untuk memperdaya Nasrudin, memberi kesan bahwa hewan yang hendak dijualnya itu bukanlah seekor unta, tetapi keledai. Harga unta memang jauh mahal dibanding harga seekor keledai.

Begitulah. Ketika Nasrudin baru mulai berjalan, rumahnya belum terlalu jauh, salah seorang penipu itu sudah menyapa Nasrudin, “Mau dijual berapa keledaimu?” Jelas saja Nasrudin marah karena tak terima untanya dianggap keledai.

Nasrudin lalu berjalan lagi dan bertemu dengan penipu kedua. Dia bertanya seperti penipu pertama, “Mau dijual berapa keledaimu?”. Kali ini, Nasrudin marah bercampur heran, “Bagaimana mungkin ada ada dua orang mengklaim bahwa hewan yang dibawaku itu keledai?” Meski demikian, Nasrudin terus saja tidak melayani orang kedua tadi.

Ia terus mengayunkan langkah melintasi jalan-jalan setapak sehingga bertemu dengan penipu ketiga. Ia bertanya seperti penipu pertama dan kedua. Kali ini keraguan di hati Nasrudun menari-nari, heran bercampur marah, jangan-jangan hewan yang dibawanya itu memang keledai karena sudah tiga orang yang mengatakan unta itu sebagai keledai. Meski demikian, Nasrudin terus melanjutkan perjalanan ke pasar.

Persis di depan gerbang pasar, datanglah penipu keempat dan menawar untanya dengan harga keledai. Akhirnya karena sering ditanya maka iapun menjual untanya dengan harga keledai.

Ada beberapa renungan yang bias kita petik dari kisah ini:
Pertama, kesalahan dan kesesatan yang sering diulang-ulang itu lama-lama akan dianggap sebagai kebenaran. Seperti kata Adolf Hitler “Sebuah kebohongan yang disampaikan seribu kali akan menyebabkan masyarakat menjadi yakin bahwa kebohongan itu adalah sebuah kebenaran”.
Pada saat-saat sekarang ini, kita banyak menyaksikan bahwa hal-hal yang dahulunya sangat sakral sekarang tidak lagi menjadi sakral, bahkan cenderung biasa. Sekarang orang bercerai dianggap biasa, melakukan umrah bersama (laki-laki dan perempuan yang bukan mahram) sebelum menikah bukan lagi aneh, dan sebagainya. Kesalahan-kesalahan ini lama-lama akan menjadi kebenaran.
Kedua, cerita ini mengajak kita agar terus istiqamah pada kebenaran yang kita yakini benar. Kita tidak boleh terpengaruh oleh bisikan provokasi. Ukuran kebenaran itu bukan dari banyaknya orang yang melakukannya, tetapi bersumber dari Zat yang paling benar walaupun hanya satu orang yang menjalankannya. Sungguh tidak ada yang paling benar kecuali kebenaran itu sendiri.
Ketiga, kita belajar tentang pentingnya mempertahankan identitas diri di tengah globalisasi, memegang prinsip-prinsip kebenaran apapun resikonya.

Mutiara Nasehat al-Habib Umar bin Hafidz

Diantara Nasehat Beliau Adalah:
  • Penuhilah hatimu dengan kecintaan terhadap saudaramu niscaya akan menyempurnakan kekuranganmu dan mengangkat derajatmu di sisi Allah 
  • Barang siapa Semakin mengenal kepada allah niscaya akan semakin takut.
  • Barang siapa yang tidak mau duduk dengan orang beruntung, bagaimana mungkin ia akan beruntung dan barang siapa yang duduk dengan orang beruntung bagaimana mungkin ia tidak akan beruntung.
  • Barang siapa menjadikan kematiaannya sebagai pertemuan dengan sang kekasih (Allah), maka kematian adalah hari raya baginya.
  • Barang siapa percaya pada Risalah (terutusnya Rasulullah), maka ia akan mengabdi padanya. Dan barang siapa percaya pada risalah, maka ia akan menanggung (sabar) karenanya. Dan barang siapa yang membenarkan risalah, maka ia akan mengorbankan jiwa dan hartanya untuknya. 
  • Kedekatan seseorang dengan para nabi di hari kiamat menurut kadar perhatiannya terhadap dakwah ini. 
  • Betapa anehnya bumi, semuanya adalah pelajaran. Kukira tidak ada sejengkal tanah di muka bumi kecuali di situ ada ibrah (pelajaran) bagi orang yang berakal apabila mau mempelajarinya. 
  • Sebaik-baik nafsu adalah yang dilawan dan seburuk-buruk nafsu adalah yang diikuti. 
  • Tanpa menahan hawa nafsu maka manusia tidak akan sampai pada Tuhannya sama sekali dan kedekatan manusia terhadap Allah menurut kadar pembersihan jiwanya. 
  • Jikalau sebuah hati telah terbuka, maka akan mendapatkan apa yang diinginkan. 
  • Barang siapa yang mempunyai samudra ilmu kemudian kejatuhan setetes hawa nafsu, maka hawa nafsu itu akan merusak samudra tersebut. 
  • Sesaat dari saat-saat khidmat (pengabdian) , lebih baik daripada melihat arsy dan seisinya seribu kali. 
  • Menyatunya seorang murid dengan gurunya merupakan permulaan di dalam menyatunya dengan Rasulullah SAW. Sedangkan menyatunya dengan Rasulullah SAW merupakan permulaan untuk fana pada Allah (lupa selain Allah).
  • Manusia di setiap waktu senantiasa terdiri dari dua golongan, golongan yang diwajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas sujud dan golongan yang di wajahnya terdapat tanda-tanda dari bekas keingkaran. 
  • Barang siapa yang menuntut keluhuran, maka tidak akan peduli terhadap pengorbanan. 
  • Sesungguhnya di dalam sujud terdapat hakikat yang apabila cahanya turun pada hati seorang hamba, maka hati tersebut akan sujud selama-lamanya dan tidak akan mengangkat dari sujudnya. 
  • Beliau RA berkata tentang dakwah, Yang wajib bagi kita yaitu harus menjadi daI dan tidak harus menjadi qodli atau mufti (katakanlah wahai Muhammad SAW inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah dengan hujjah yang jelas aku dan pengikutku) apakah kita ikut padanya (Rasulullah) atau tidak ikut padanya? Arti dakwah adalah memindahkan manusia dari kejelekan menuju kebaikan, dari kelalaian menuju ingat kepada Allah, dan dari keberpalingan kembali menuju kepada Allah, dan dari sifat yang buruk menuju sifat yang baik. 
  • Syetan itu mencari sahabat-sahabatnya dan Allah menjaga kekasih-kekasih- Nya.
  • Apabila ibadah agung bagi seseorang maka ringanlah adap (kebiasaan) baginya dan apabila semakin agung nilai ibadah dalam hati seseorang maka akan keluarlah keagungan adat darinya. 
  • Bila benar keluarnya seseorang (di dalam berdakwah), maka ia akan naik ke derajat yang tinggi. 
  • Keluarkanlah rasa takut pada makhluk dari hatimu maka engkau akan tenang dengan rasa takut pada kholiq (pencipta) dan keluarkanlah berharap pada makhluk dari hatimu maka engkau akan merasakan kenikmatan dengan berharap pada Sang Kholiq. 
  • Banyak bergurau dan bercanda merupakan pertanda sepinya hati dari mengagungkan Allah dan tanda dari lemahnya iman. 
  • Hakikat tauhid adalah membaca Al Qur’an dengan merenungi artinya dan bangun malam.
  • Tidak akan naik pada derajat yang tinggi kecuali dengan himmah (cita-cita yang kuat). 
  • Barang siapa memperhatikan waktu, maka ia akan selamat dari murka Allah. 
  • Salah satu dari penyebab turunnya bencana dan musibah adalah sedikitnya orang yang menangis di tengah malam.
  • Orang yang selalu mempunyai hubungan dengan Allah, Allah akan memenuhi hatinya dengan rahmat di setiap waktu.
  • Salah satu dari penyebab turunnya bencana dan musibah adalah sedikitnya orang yang menangis di tengah malam. 

Ibadah dan Usaha Harus Seimbang

-->
“Keinginanmu untuk berkonsentrasi (ibadah) kepada Allah SWT, padahal Dia telah menetapkan agar berusaha, merupakan bagian dari syahwat tersembunyi. Keinginan berusaha, padahal Dia menetapkan untuk konsentrasi beribadah, merupakan bentuk penurunan semangat yang tinggi”. (Ibnu ‘Atha’illah)
Keinginanmu untuk mengkonsentrasikan diri beribadah kepada Allah SWT dan melepaskan diri dari segala usaha, pekerjaan dan tindakan yang sebenarnya tidak terlarang secara syara’, bahkan tidak pula makruh, merupakan bagian dari syahwat yang tersembunyi.
Allah SWT Yang Maha Bijaksana telah mengatur segala urusan hamba-Nya, baik yang kecil maupun yang besar, baik yang nyata maupun tersembunyi. Tidak ada seorang manusia pun di dunia, kecuali ia berada di bawah pengaturan-Nya, walaupun ia kafir.
Walaupun kita mengkonsentrasikan diri untuk beribadah kepada Allah SWT, akan tetamu kita harus tetap berusaha dan bekerja demi menghidupi diri sendiri dan keluarga. Allah SWT sudah menentukan bahwa rezeki itu tidak datang dengan sendirinya, akan tetapi harus dicari dan diusahakan. Jika pekerjaan kita hanya di masjid maka tidak ada rezeki yang menghampirinya. Hal ini sesuai dengan perkataan Umar Ra, “Sesungguhnya, langit tidak menurunkan hujan emas dan perak”.
Keinginan seorang hamba yang menyelisihi ketentuan Allah SWT dalam syariat-Nya adalah bentuk syahwat tersembunyi. Sebagai seorang hamba, tidak ada yang bias dilakukan, kecuali menjalankan sesuatu yang telah ditetapkan-Nya. Kita tidak memiliki kemampuan apapun. Semua kekuatan dan kekuasaan berada di tangan-Nya. Janganlah sampai kesombongan merasuk ke dalam diri, sehingga merasa paling hebat dan tidak membutuhkan siapapun, bahkan terhadap Sang Pencipta. Ini adalah sebuah tindakan kriminal dalam akidah yang harus dibuang jauh-jauh.
Dalam setiap ketentuan-Nya, pasti ada hikmah dan faedah yang sebagian besarnya tidak mampu diketahui oleh akal manusia. Sebaliknya, keinginan kita untuk berusaha dan melarutkan diri di dalamnya, sehingga lalai beribadah menyembah Allah SWT, merupakan bentuk keterpurukan dari semangat yang tinggi. Di zaman sekarang, dikenal dengan istilah workaholic. Bekerja terus menerus tanpa mengenal lelah dan istirahat, bahkan jikalau tidak bekerja dia akan sakit.
Tindakan seperti ini juga tidak diizinkan oleh syariat. Bagaimana mungkin kita melarutkan diri dalam pekerjaan, padahal Sang Pencipta telah mengatur kita untuk melarutkan diri dalam ibadah kepada-Nya (apabila tiba waktunya)? Hal ini agar kamu bisa bersama-Nya, menyaksikan-Nya dan merasakan kenikmatan  di hadapan-Nya.
Ketika dirimu lalai dalam menyembah Allah SWT, dan sibuk dengan usaha-usaha yang bersifat keduniawian, maka dirimu telah terperosok ke dalam jurang kehinaan, dirimu telah kehilangan semangat yang seharusnya dimiliki seorang muslim, yaitu semangat beribadah kepada-Nya dan mengharapkan keridhaan-Nya.
Orang yang memiliki semangat tinggi selalu mengharapkan sesuatu yang diharapkan oleh Penciptanya. Jikalau Allah SWT menginginkannya untuk beribadah maka ia akan beribadah. Jikalau Dia menginginkannya untuk bekerja dan berusaha maka ia akan mengerjakannya.
Kita adalah hamba, dan seorang hamba harus rela terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Tuannya. Jikalau Tuan menetapkan untuk beribadah, maka seorang hamba harus mengerjakannya. Jikalau Tuan  menetapkan untuk berusaha maka ia juga harus mengerjakannya sepenuh hati.

Semangat Menggebu Tak Mampu Mengubah Takdir

-->

“Semangat yang menggebu-gebu tidak akan mampu menembus dinding-dinding takdir”
(Ibnu ‘Atha’illah)
Semangat yang menggebu-gebu dalam bekerja dan berusaha, sehingga melampaui batas kewajaran, tetapi tidak akan mampu mengubah takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Tugas kita sebagai manusia hanyalah berusaha semampunya, sedangkan masalah hasil adalah ketentuan-Nya. Semua ketetapan-Nya adalah yang terbaik bagi hamba-Nya. Terkadang, kita merasa sesuatu itu baik bagi kita, padahal menurut-Nya tidak demikian. Dan, terkadang kita merasa sesuatu itu buruk, padahal menurut-Nya adalah baik. Oleh karena itu, kita berdoa memohon yang terbaik bagi kita di dunia dan di akhirat kelak.
Allah SWT berfirman :
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Semua itu bukan berarti kita hanya berpangku tangan dan tidak mau berusaha sama sekali. Tetapi, intinya, ketika kita sudah mengerahkan semua kemampuan dan berusaha keras maka hendaknya kita bertawakkal. Allah SWT lebih tahu terhadap yang lebih baik bagi hamba-Nya, dan, kita tidak layak memberontak dan membantah sesuatu yang diinginkan-Nya.






 
Support : Copyright © 2015. Putra Martapura Blog - All Rights Reserved
Proudly powered by M. Firdaus Habibi
.comment-content a {display: none;} -->